Minggu, 04 November 2018

HARI SANTRI 2018




SENYUM DI BANI SHOLEH


SENYUM DI BANI SHOLEH
Oleh:Ahmad Taufiqurrohman

            Di suatu ketika hiduplah seorang santri yang bernama Ahmad Taufikurrohman yang biasa di panggil Fikih. Dia adalah anak dari seorang petani.Dia adalah anak orang biasa tiada keturunan dari bangsawan atau Kyai, Fikih yang berkeinginan menjadi Dokter dia duduk di bangku kelas Dua. MTS Ma’arif 16 Nurul Hidayah, Dia seorang pelajar yang aneh, takut sama orang perempuan, dia mempunyai bakat yang luar biasa terutama olahraga mulai dari takraw, badminton, tenis meja, volley, dan futsal dia juga punya bakat dalam kesenian yakni dalam bidang Al banjari pada waktu fiki tergabung dalam Group yang bernama ANNUHA, al hamdulillah pada waktu itu ANNUHA sudah melalang buana dari Provinsi ke Provinsi lain di suatu ketika dia pas waktu lomba di Sunan Drajad dia di Juri I oleh personil SH dia tertarik dengan group ku, pada saat itu group ku di panggil ke ruang juri di ajak shearing belajar bareng, ketepatan pada waktu itu aku selalu pringisan nggak serius disitu aku dijulukki sebagai Supri yakni suka pringisan dengan sosok si Supri yang konyol temen temennya suka dengnnya.
Sosok si Fikih, Dia sering dapat Antusias dari guru guru, Pada suatu ketika si Fikih mulai tertarik dengan progam mondok di kampungnya sendiri, dia pun dengan tekatnya yang sangat kuat dia izin ke orang tuanya. Buk aku izin mondok kata si Fikih Ibuknya menjawab ya nak aqw meridhoi di setiap langkah mu nak, tapi kamu harus kuat sabar ikhlas dan tawakkal lihatlah mata air itu nak apabila mata air itu bersih maka di sekitarmu pun akan bersih tetapi apabila mata air itu kotor maka di sekitarmu akan mati Do’a ibuk selalu menyertaimu Nak.
 Pada saat itu Fikih senang dengan kehidupannya di pondok, yang akan banyak teman, Fikih mengikuti progam hafalan Al quran dia memulainya dengan juz 30 surah Annaba’ tapi Fikih mulai ada penurunan di kegiatan sekolahnya, karena si Fikih selalu begadang di malam hari ngopi ke warung WIFI terakadang sampai pagi, sehingga jarang masuk sekolah walaupun masuk di juga masih tetap tidur di kelasnya, Satu bulan kemudian Fiikih makin sering tidak mengikuti ngajinya di pondok, dia lebih sering bolos karena dia sudah mulai ketularan dengan temen dekat nya yakni dia bernama Andi ubaidillah dia biasa di panggil dengan Andik dan Mohammad Fathul mufid yang biasa di panggil Mufid, dia bertiga bagai saudara, yang kemana mana mesti selalu bersama suka duka canda tawa yang selalu alami bersama, sampai sampai orang bertiga itu tak pernah di pondok dia ikut tidur di kandang sapi yang keteepatan dekat pondokku terdapat TTP taman teknologi pertanian milik Negara.
Satu bulan Kemudian dia bertiga mulai tobat, karena mau menemui puncak kelulusan masa putih biru, pada waktu itu Fiki mulai terasa betapa banyaknya waktu yang dia buang dengan sia sia, pada saat itu Fikih mulai tertarik sangat tertarik  mondok di Madrastul Qur’an Tebuireng tak tau kenapa si Fikih tiba tiba tertarik mondok di MQ, dia pun mulai tekun kembali rencana nya dia mondok di MQ setelah masa masa MTS selesai, ternyata si Fikih tertarik karena Ustadznya adalah alumni pondok Madrasatul Qur’an Tebuireng.
Waktu wisuda pun mulai tiba saatnya, tangisan tawa yang tercampur aduk menjadi satu dalam suasana wisuda, tak terasa si Fikih pun mulai mencari jati dirinya, susah rasanya berpisah dari teman teman, teman temannya ada yang sekolah di MAN, MAK, SMA tapi Fikih masih bingung dengan dirinya, pada saat itu Fikih daftar di tiga sekolah buat jaga jaga ketika ia nggak masuk di MQ.
Fikih pun memutuskan pergi daftar ke Madrasatul Qur’an bersama ustadznya Karena Fikih nggak punya keluarga yang begitu mengenal pondok, Dia berangakat di hari jum’at perjuangan seorang ustadz demi muridnya yang sangat luar biasa, ketika tiba di pondok Fikih pun mulai tersenyum melihat dunia santri di Jombang, begitu megah nya pondok begitu luasnya pondok ini ya ALLAH yang di fasilitasi serba ada seperti cuci baju, keranjang tidur, spreeng bed, dan masih banyak yang lain, Fikih pun tak sabar tuk segera mondok, pada waktu itu Fikih mendapat nomor urut tes 0021, si ustadz Fikih itu tadi bilang dengan pengurus dan panitia pendaftaran Tolong masukkan ya muridku, karena persaingan begitu ketat ustadzku takut aku nggak masuk, sehabis itu Fikih pun memulai perjalanan ke rumah di waktu sore.
Sesudah fiki sampai di rumah dengan Ustadznya dia sangat bergembira dia selalu ber angan angan agar secepatnya mondok di MQ, dengan penuh ketidak sabaran hari TES masuk pun tiba pada tanggal 21, Fiki pun memulai dengan penuh semangat dia pun mulai perjalanan ke Jombang bersama Ustadznya, begitu sampai di pondok Fikih menampakan senyum manisnya, dia melihat pesaing tes sebanyak 657 santri, tiba di ruangan Fiki pun mulai mengerjakan tes akademik, setelah Fikih lancar tes yang pertama yakni tes yang kedua baca kitab, yang ketiga yakni adalah penentuan yakni tes Al qur’an yang pada saat itu aku di tes oleh mudzir ke dua pondok Madrasatul Qur’an, seusai tes Fiki sangat bergembira karena tesnya lancar, tinggal menunggu pengumuman masuk atau tidak, pengumaman di umumkan 2 hari setelah Tes
Tiba di saat pengumuman Tes lolos seleksi PP Madrasatul Qur’an Jombang pertama ku mencari info lewat teman saya yang mondok di MQ kataanya nggk ada aku sempet panik aku nggak percaya tapi akuterus mencari nama lewat Online di WEB ternyata nggak ada yang ada itu Mohammad Taufikurrohman alamat nya gresik, ternyata di saat hari yang ku tunngu dengan positife ternyata hangus tiba tetesan air suci mataku mulai berjatuhan di pangkuhan sarung ku usap tangiis tak terbendungkan seolah seperti aku kehilangan orang yang paling ku cintai, ke esokannya ku merenung tak keluar rumah selama 3 hari, ke esokan nya aku silaturahmi ke Ustadz ku ketika menghadap di depannya air suci ku pun menetes lagi, ku tak kuat menahanyya, Ustadz ku berkata sabar Fikih emang kau tak di cocokkan di pondok itu masih banyak pondok yang mau menerimamu, ya Tadz tapi semua itu susah tadz ucap Fikih, Ya kih aku tau apa yang kau rasakan tapi ingat dan tetaplah semangat aku percaya kau bisa lewati, dibalik ini pasti mengandung hikamah.
***
Ke esokannya aku di rumah, aku kedatangan seorang tamu yakni teman ku sendiri yang bernama Moh Arifuddin Yusuf yang biasa di paggil Udin, dia datang ke rumah karena mendengar aku tak lolos tes, “Fikih katanya kau tak lolos tes ya ta”? (ucap udin) “Ya Din” kata Fikih “kenapa”? Tiba tiba Udin menawarkan untuk aku ikut mondok bersamanya “Fikih ayok ikut aja mondok e”, “Dimana” ? kata fiki bertanya di Jombang jawab Udin, “nggak ah din aku trauma takut nggak masuk lagi” ucap Fikih, tenang aja aku ada jalur khusus lewat pamanku, pondok apa namanya  ucap Fikih, pondok Tebuireng kata si udin kata awalnya, masak sih Din Tebuireng kan mewah ketat lagi aku takut nggak masuk din kata si Fikih, nggak usah tes fik langsung masuk sekolah e juga enak ucap Udin, “apa sekolah e din”? Enak Fik langsung masuk juga sekolah e nggak usa tes, sekolah e itu enak MAN Tebuireng terkenal kita langsung masuk lagi nggak usa ikut tes, ( siapa yang tak tertaik Karena Fikih itu dulu serba mewah masuk tanpa tes lagi )
Akhirnya si Fikih langsung tertarik,Ya din Aku ikut kata si Fikih, kapan berangkat? Kata Fikih, tanggal 29 Fikih Kata Udin, akhirnya si Fikih bersiap siap tuk mondok karena Persiapan kurang 3 hari lagi, pada keesokannya si Fikih Ke rumah temannya yang bernama Abdullah Faqih yang biasa di panggil Faqih Kebetulan Fikih itu Bendahara dari Group Annuha. Pada waktu itu Fiki titip uang ke Faqih karena satu group Al banjari, di saat itu faqih bertanya mau kemana ? mau mondok jawab Fikih, cepat amat kata faqih, Ya Qih aku sudah dapat pondok enak nggak usa tes langsung lolos enak sekolahnya juga nggak pakek Tes ucap Fikih, “apa sekolahe”? Ucap Fakih sekolahnya MAN Kih. Kalu gitu aku ikut juga deh, kapan berangkat ucap Faqih, tanggal 29. Takdisangka Takdir ALLAh menentukan tuk selalu bersama, sejak TK,MI,MTs,dan MA selalu bersama karena scenario tuhan adalah yang terbaik bahkan ada pepatah mengatakan belajarlah seperti kurma kurma itu ketika kecil di bebani dengan batu agar kurma kuat tumbuh ke atas dan akar akan semakin lebat tahan angin dan cuaca ekstrim.
Ketika sudah waktunya berangkat lalu aku sudah bersiap-siap tinggal nunggu jemputan mobil fakih, Fikih dan Udin rencana berangkat rombongan bersama sama, ketika mobil sudah berada di halaman si Fikih tak kuasa menahan usap tangis karena perpisahan dengan keluarga tercinta, karena Fikih itu nggak perah pisah dengan ibunya maka ibunya pun ikut menangis, ketika sudah di jalan air mata Fikih pun mulai redah dan tenang. Tujuan pertama  adalah silaturahmi ke rumah Gus Iful di kira Fikih gus Iful Gubernur Jawa Timur ternyata ketika sudah tiba di hadapan rumah beliau Gus Iful pun menyambut dengat hangatnya persaudaraan, si Fikih kaget wau ini orangnya yang nama nya gus Iful karena dulunya si Fikih itu dulu tukang ceplas ceplos si Fiki hatinya berbicara hitam banget dahinya, lalu semua keluarga di persilahkan  masuk ke rumah di situ si Fikih melihat se-isi rumah beliau, rumah nya itu kelihatnya kecil tetapi aslinya sangat luas, aku istirahat sejenak lalu aku memandang tembok-tembok rumah ku melihat foto keluraga di situ aku melihat lima anak dari gus iful, pertama ku lihat adalah seorang putri cantik aku penasaran aku tanyakan pada pamanku yang sudah kenal lama, jawab paman itu adalah anak pertama dari gus Iful yang bernama Dewi Nurusshoimah, si Fikih pun mulai kepo dengannnya sekarang anknya mondok ya pondoknya sama dengan yang akan kau duduki nama pondokmu itu madinatul ilmi, Fikih pun mulai mendebar rasa pada si ning Dewi, tapi Fikih pintar tuk menahan, ketika sudah mulai berangkat perjalanan ke pondok dia masih kepikiran tentang foto itu, ketika tengah2 perjalanan si Fikih bertanya karena mobilnya kok nggak berhenti di Tebuireng katanya mondoknya di Tebuireng, ternyata fakta tak mengatakan seperti apa yang di katakan di awal, hujan pun mulai turun cuaca sangat dingin tapi mobil masih melanjutkan perjalanan ke pondok ternyata pondok masuk ke desa yang sangat plosok, si Fikih pada awalnya kecewa ketika tiba saatnya di depan pondok dia melihat pondoknya, awalnya Fikih menginginkan pondok megah mewah, tetapi ternyata pondoknya apa adanya si Fikih sudah terganggu mulai nggak krasan padahal baru hari awal tuk mulai mondok, lalu semua teman dan keluarga pun mulai masuk tuk sowan atau silaturahmi ke pondok, Assalamualikum ucap pamanku, seorang tua berjenggot keluar dengan menjawaab salam dengan senyuman berseri-seri, ternyata orang tua berjenggot itu adalah kyai dari pada pondok itu, kyai itu adalah kakak kandung dari Gus Iful, dan si Ning itu adalah Keponakan dari kyai itu kyai itu namanya adalah kyai Hamdi Sholeh yang biasa di panggil Bapak sama santrinya, Hari pun mulai petang keluarga pun mulai siap siap tuk pulang setelah bada maghrib, maghrib pun usai keluarga pun pamit tuk pulang, Faqih dan Udin terseyum, sedangkan si Fikih dia itu selalu menangis nggak krasan dengan pondoknya dia selalu teringat ibu dan adik adiknya nya yang di rumah, hari pertama pun terlewati.
***
Di saat hari kedua dia si udin dan faqih pun mulai  berkenalan dengan teman teman, tapi Fikih masih belum bisa menerima keadaannya, teman teman pun mulai menghibur Fikih karena Fikih selalu menyendiri dengan sikapnya yang cuek, pada malamnya ada acara dzibaiyah lah di situ Fikih mulai terampil dengan hobinya yang dulu yakni sebagai seni hadrah al banjari di situ semua santri putra dan putri mulai mengenal Fikih, nama Fikih pun mulai tenar terdengar dari telinga ke telinga, setelah usai selesai acara itu santri santri mulai heran dengan si Fikih asal punya asal ternyata Fikih dan Fakih sudah pernah melalang buana ke segala penjuru, di situ Fikih pun mulai melatih santri santri tuk belajar hadrah al banjari, pada malamnya aku di ajak ketua pondok tuk mengangkat almari di kamar perempuan di situ aku melihat si Ning Dewi kata Fikih aku kok kayak kenal orang ini, oooooo ya ternyata orang ini adalah yang di foto keluarga gus Iful ucap si Fikih, di saat si Fikih mengangkat, Ning Dewi bercanda dia mencuri Kopyah yang aku pakai, padahal aku nggak kenal dan belum kenalan tapi Ning Dewi dengan tekatnya dia mencuri kopyahku dan di bawa lari, aku pun nggak terima karena sifat terpendamku ku ungkpkan dengan rasa ke cuekkkan, lalu si Ning menyimpan kopyahku, gossip pun mulai keluar dari mult ke mulut, si Ning Dewi suka sama si Fikih, Santri santri terheran anak baru kok bisa merebut hati sang Ning dewi, padahaal santri santri juga berprimadona pada si Ning itu tapi nggak ada yang bisa memicu hati si Ning Dewi, tapi si Fikih kook bisa meluluhkan hati si Ning, pada waktu perkumpulan si Fikih di ajak kumpul kumpul dengan santri lama ternyata si Udin mengeparkan gosip itu Si ning suka sama Fikih Cieee Si Fikih adalah calon gus Iful ucap si Udin, di waktu segerombolan santri menatap si Fikih dengan rasa nggak suka, karena si Ning adalah idaman Semua santri, si Fikih pun mulai malu karena dia anak baru, pada waktu itu banyak yang nggak suka dengan si Fikih, hari demi hari mulai terlampaui, si Fikih masih kepikiran ibunya, hampir tiap hari si Fikih menelfonnya, tangis selalu menetes keluar dari mata si Fikih, ketika masuk di pendaftaran sekolah ternyata sekolahnya Bukan MAN Tetapi Ma Al Asyari si Fikih pun tambah kecewa karena semuanya tak sesiuai dengan awalnya, kenapa seperti ini hidup ini ya ALLAH, Tapi si Fikih selalu disemangati oleh santri santri.
Hari demi hari semua sudah terlewati si Fikih pun mulai bisa adaptasi, Fikih berkembang dengan pesat karena do’a dari kedua orang tua, si Ning itu selalu mendekati Fikih tapi si Fikih nggak pernah respon tapi si Ning selalu sabar dan menunggu, hingga waktu dan hati sudah bosan si Ning mulai meralihkan hatinya untuk orang yang mencintainya dia adalah santri yang paling tawadzu’ sholeh dan pintar anak dari keturunan Kyai bukan lagi untuk si Fikih padahal si Ning itu nggak tau kalau si Fikih sangat menyimpan rasa suka dan cinta dengan aman yang terbelengu dalam penjara suci di hati karena si Fikih nggak tega dengan santri yang menyukainya, tapi si Fikih pun tau kalau Dirinya ngak pantas. Tapi  Fikih selalu menyikapi dengan baik, karena si Fikih mempunyai prinsip biar aku yang mengalah demi teman ku yang bahagia. Fikih pun mulai bisa menghilangkan rasa cemburunya, si Fikih tetep fokus dengan hafalannya, Fikih pun mulai memegang hampir semua bidang ia kuasai, lalu si Fikih dengan apa yang dia bisa dia di angkat sebagai kordinator pendidikan dalam sekbid pendidikan itu terdapat anggota sebanyak empat orang yakni Fikih ketua, dan lainnya adalah teman dari si Fikih termasuk Ning Dewi ada dalam sekbid tersbut.
***
Bulan Romadhon pun tiba hari hari sudah terlewati, hubungan si Ning dan Azmi pun mulai mesra, si Fikih cemburu tapi si Fikih selalu menyimpannya belajar tuk menerima dengan sabar, Akhrinya si Fikih mempunayai rasa tuk seseorang, yakni bernama Chantika dia masih dengan sikapnya yang sangat polos dia asal Jakarta. Tapi walau Fikih masih memendam karena masih belum berani mengungkapkan ke Ning dengan hati yang plimpan Fikih pun  terdiam, tapi chantika tak begitu lama di hati si Fikih belum ada yang tau tapirasa itu sudah hilang si Fikih pun sudah nggak suka. Hari pun mulai medekati lebaran semua anak pun tak sabar tuk pulang bertemu dengan keluarga dan teman teman di rumah, ketika di hari 27 Romadhon, Fikih pun siap siap tuk berkemas kemas, dengan tidak sabar dia ingin pulang tuk melampiaskan rasa kangennya ke keluarga dan teman temannya, mobil pun datang tuk menjemputnya, rasa tak bisa di ungkap dengan kata kata, Fikih tak sempat pamitan denga kawan kawan dia langsung pulang.
Tibalah di rumah Si Fikih dan teman teman menyambut kedatang si Fikih, Fikih kecapek an Fiki istirahat dia pun rindu dengan baraang barang di rumah karena si Fikih tidak boleh memakai hp di pondok Fikih langsung memegang hpnya di rumah milik bibiknya karena si Fikih tidak panya hp ketika hp di buka dia buka messenger ada pesan dari Denursom si Fikih heran siapa denursom itu ternyata itu Ning Dewi dia bilang minta maaf atas kesalahan yang dia perbuat ke si Fikih, kata Fikih “ya gak apa kok”, lama kelamaaan Si Ning minta nomor WA si Fikih, waktu tak terasa si Ning semakin dekat dengan si Fikih karena si Ning selalu curhat ke Fikih masalah masalahnya dan Fikih selalu menyemangati selalu menghibur walau hati masih tertutupi denga keraguan, karena hati Ning masih untuk Azmi tapi fkih heran kenapa dia selalu menghubungiku dari pada ke Azmi sedangkan azmi gimana, ternyata aku Cuma buat teman curhat Fikih pun kecewa, dekatnya ternyata tidak untuk hati si Fikih ternyata Cuma buat teman curhat, tapi si Fikih selalu memahami dan mengerti salah si Fikih dulu kenapa di saat dulu masih suka Ning ke Fikih nggak ke terima, tapi Fikih ambil hikmah di balik ini semua dia percaya yang di takdirkan ALLAH adalah yang paling terbaik jangan pikul beban dunia ini di kepala anda.
Hari mulai berjalan rasa sabar selalu menemani karena semua itu ada batasnya, kurang tiga hari si Fikih melaksankan wisuda kelulusan Fikih selalu belajar tersenyum walau melawan badai serahkan semua urusan itu ke pada ALLAh Biarlah takdir mengalir pada jalurnya, tiga hari sudah terlaksana tiba pun waktu wisuda tangis, canda, tawa tergebur menjadi satu alam suasana perpisahan, setelah usai wisuda si Fikih langsung balik ke rumah, di waktu itu selesai pada jam 12.00 WIB tak di sangka pada waktu itu Fiki mendengar ledakan keras dari kejauhan Fikih pun ketakutan, pada ke esokannya terdengar kabar itu adalah suara mercon pelakunya adalah Mufid teman sekelasku ternyata dia setelah wisudah dia memasang mercon besar di belakang pondok ku yang dulu pada waktu itu semua RT nggak terima karena mobil mobil menyalaakan alarm nya, semua pun ramai menggelegar.
Pada keesokannya Fikih di datangi tamu, ternyata tamu itu adalah ibu Mufid dia datang ke rumahku dengan tangisan air mata Karen tak tega melihat si Mufid di marahi ayahnya dan akan di usir jika tak pindah pondok, lalu ibu mufid minta solusi ke Ibu Fikih ternyata hasil keputusannnya adalah Mufid ikut mondok bersama Fikih, lalu si Mufid siap tuk pindah pondok dulunya pondoknya namanya Tarbiyayut Tholabah sekarang pindah di Madinatul Ilmi, setelah senang senang jalan jalan melegakan pikiran di rumah  saatnya yang asalnya bertiga sekarang ber Empat balik ke pondok, si Fikih sudah mulai krasan dengan pondok itu setiba di pondok itu si Fikih mulai kepikiran yang di rumah lagi maklum masih baru Balikan dari rumah, hari kemudian hari mulai terlewati lama kelamaan si Fikih berkembang lalu di suruh jadi badal ngaji di pondok, setelah menjadi guru Fikih menjadi orang yang paling di percaya di pondok setelah Ketua pondok dan Bendahara, tapi di saat fiki menjabat sebagai guru banyak orang orang yang tidak suka pada ku, terkadang nggak ada angina nggak ada hujan ada yang nggak terima katanya si Fikih perusak segalanya, tapi Fikih dengan sabar dan 1000 senyum keikhalasan dan kebaikan ia membalasnya, emang semua itu adalah cobaan untuk menjadi yang lebih baik, terkadang ALLAH mengingatkan kita Terkadang lewat cobaan,celaan,hinaan dan banyak lagi, krena agar kita selalu menjadi lebih dekat dengan ALLAH, sebenarnya laku seperti itu adalah sebuah contoh bagi kita jangan sampai kita seperti itu, jangan lah sesekakli kamu membeci orang karena semua itu ada kekurangan dan kelebihan, jangan suka mencari  kesalahan orang lain, dan berhati hatilah karena apa yang kau katakan adalah apa yang akan kau lakukan.
Besok hari sabtu mulai masuk pertama kali sekolah jadi harus siap-siap untuk sekolah, pertama masuk sekolah si Fikih berangakat dengan banyak orang termasuk yang masuk di angkatan MA adalah Fikih, Fakih, Udin, Azmi, Mufid, Dewi, di hari pertama adalah halal bi halal dan perkenalan, hari esoknya adalah MOS sekolah.
Pada ke esokannya Di saaat MOS berlangsung si Fikih dan teman teman mulai perkenalan maju ke depan pas giliran Fikih si Ning menunggu nama itu dulu dikiranya nama Fikih adalah Yusuf ternyata Fikih namanaya adalah Ahmad Taufikurrohman Teman teman Fiki mulai perkenalan deng teman teman baru tapi Fikih selalu cuek dengan yang lain, sampai sampai si Fiki di juluki manusia batu sombong padahala maksud si Fiki nggak itu, lama kelamaan Fiki mulai nakal yang aktif masuk adalah Si Faqih,Azmi,dan Ning Dewi sedangkan Fikih Ahli bolos nggak sekolah paling stu bilan cuma masuk tiga kali itu aja nggak samai selesai sekolah habis istirahat si Fiki kabur, dulunya si Fikih pingin nggak kelihatan apa yang dia bisa di sekolahan, Fikih seperti itu mungkin berjalan satu Tahun nggak pernah sekolah, Tapi Fikih selalu biasa padahal ibu selalu nyuruh tuk menyeimbangkan antara sekolah dan mondok, Tapi si Fikih nggak pernah mendengarkan ucapan ibunya,entah kenapa Fikih mulai seperti itu berubah 85% lalu Fikih pun ikut ikut merokok, padahal Ibu selalu melarang agar tidak merokok.
Waktu terus berjalan pada suatu saat si Fikih di tangkap oleh gus Iful gara gara merokok, langsung di laporkan ke orang tuaku, setelah orang tuaku di laporkan masalah ku ibukku langsung sakit selama tiga hari, habis itu si Fikih langsung berhenti merokok, si Fikih pun mulai banyak perubahan menjadi nakal ahli bolos, ahli tidur, ahli kabur, padahal si Fikih adalah guru dan juga kordinator pendidikan entah kenapa si Fikih menjadi seperti itu, keluarga dalem pun hilang kepercayaan kepada Fikih, Fikih pun hilang kepercayaan kepada keluarga dalem, Fikih nggak pernah ada di pondok Fikih jalan jalan terus keliling kota ahli kabur, ketika kunci gerbang tertutup si Fikih ahli panjat tembok, meloncat agar bisa kabur kesopanan pun mulai menghilang, tapi di waktu itu di saat pondok dalam bidang pendidikan manajemen bagus di pegang si Fikih berkembang sangat pesat semua kegiatan pun berajalanan semua, tapi setelah di tinggal oleh Fikih tak ada kegiatan yang berjalan, semua mati tak ada nyawa teriak tuk melaksakan kegiatan, lalu Fikih menetap dalam kelas kosong, tempat yang sering di tempati adalah makam KH Asyari dan masjid samping pondok, Fikih tak pernah ke pondok makan aja keluar setiap malam keliaran, lama kelamaan Fikih berfikir akan apa yang di tunggu oleh keluaranya adalah keberhasilan si Fikih, selesai 30 Juz tapi Fiki nggak pernah setoran, lalu Fikih pun mulai perlahan lahan dia sadar.
Aku bersyukur kau di sini kasih
Di kalbuku mengiringi
Dan padamu ingin ku sampaikan
Kau cahaya hati
Dulu ku palingkan diri dari cinta
Hingga kau hadir membasuh segalannya
Oh inilah janjiku kepadamu
Sepanjang hidup bersamamu
Kesetiaanku tulus untukmu
Hingga akhir waktu aulah cintaku cintaku
Sepanjang hidup seoringwaktu
Aku bersyukur atas hadirmu
Kini dan selamanya aku milikmu…
Pada keesokan malamnya Fikih tak sekolah dia asyik asyikan di kelas kosong, sedang mendengarkan lagu Maher zain sepanjang hidup, karena Fiki itu sukanya mengumpulkan kata kata, pas di lagu itu kata kata yang sangat bagus, lalu si Fikih membuat story di Wa lalu di screen shoot, yang bertuliskan Sepanjang hidup bersammu kesetian ku menusuk tubuhku sampai akhir waktu kaulah cinta ku,, tak sengaja scrennshoot itu di kirim ke Ning Dewi,,,lalu di balas oleh Ning maksudnya apa Fiik,mungkin itu adalah waktu dan takdir tak bisa diubah mungkin Fikih harus dengan terpaksa bilang ke Ning Dewi, “ya nanti ku jelasin di makom setelah pulang sekolah”, ucap Fikih tapi Fikih kebingungan kok bisa terkirim, kok nggak bisa bohong, setelah pulang sekolah Ning pun nggak sabar apa maksud Fikih, tiba pun di makom dia langsung duduk agak jauh, terpaksa Fikih mengungkapkan ke Ning, “aku suka pean Ning”, Ning pun mulai kaget tersentak kok bisa, ya Ning aku suka pean udah lama tapi selalu ku pendam dalam penjara suci ku, tapi aku tahu kok keadaan pn akuu nggak butuh jawaban pn kok aku tahu keaadan dan kondisi pn cukup aku mengungkapkan saja, ucap Fikih karena pean kan udah sama Azmi gak apa-apa lanjutin aja, si Ning pun minta Maaf.
Fikih mulai menghilang pelahan dari hadapan Ning Dewi, tapi takdir telah mengubah semuanya, Fikih sudah sadar jika selama itu waktu tak akan kembali dan nggak akan bisa di putar lagi karena waktu kan terus mengejar tangisan Fikih membawa kesadaran, tak lama setelah mengungkapkan si Fikih kurang delapan  hari lagi Fiki memutuskan tuk pindah pondok, karena pada waktu itu Fikih nggak habis Fikir setelah si Fikih di panggil karena kabar akan di suruh boyong, maka Fikih berfikir lebih baik pindah duluan dari pada di suruh boyong, Maka Fikih langsung menelvon Gus Iful memberi tahu kalau si Fikih mau ikut dengan beliau, dulu rencananya Gus Iful mau mendirikan pondok nunggu Adik dari Ning Dewi sudah besar tapi takdir tak bisa di ubah, Fikih masih memaksa tuk ikut di gus Iful, bahkan Fikih rela sekolah aktif bersepeda sejauh 9 KM, karena ketenangan yang di butuhkan oleh fikih, tapi Takdir tak seperti itu, setelah Fikih sepakat Gus iful memberi tahu agar para tukang tukang segera mebangun kecil kecilan di rumahnya, setelah tiba waktunya tuk berpamitan, ternyata adik adikku juga ikut, aku sebelumnya pamitan bersama Ning, fiki bilang Ning aku pamit Boyong, Ning kaget maata mulai berkaca-kaca semua santri putri Menangiskan air mata ketika mendengar kalau si Fikih mau boyong, “Boyong kemana”? Kata Ning, Ntar pean lak tau sendiri to Ning kata Fikih, Ning terdiam, Tiba mobil tuk menjemput Si Fikih lalu Fikih pamitan dengan keluarga dalem,dan bersalam salaam perpisahan dengan teman teman.
Setelah kepergian Fikih suasana pondok berubah tak seperti bias karena kehilangan tiang separuh pondok itu, Setelah tiba Fikih di Dalem Gus Iful karena dulu Fikih termasuk santri pertama dan dulu masih sebutan Dalem bukan yayasan atau pondok, pada waktu itu santri masih lima orang, Fikih dan saudara saudaranya, yang pertama karena butuh perjuangan bukan main, berjalan lima hari terlewati si Ning akhirnya menyusul tuk pindah dan berjuang di rumahnya, akhirnya lama lama lahan perlahan tambah satu demi satu  santri tersebut bertambah, setelah bertambah tak di sangka berdirilah yayasan Bani Sholeh Jombang, kegiatan di pondok ekstra full, Akhirnya kutemukan ketenangan dan kebahagiaan sejati, Rasa tekad tak takut akan keterbatasan, karena kesuksesan adalah harga mati, diangkatlah Fikih menjadi ketua Pondok, perubahan berbalik 90 derajat yang dulu nakal ahli bolos tapi karena keinginan tuk berubah yang tulus membuahkan hasil, apa yang kita tanam adalah apa yang akan kita tuai.
Tapi suatu perjalanan hidup akan menjadi cerita yang luarbiasa, Ketika Fikih di pondok banyak yang nggak suka banyak yang dendam, tapi si Fikih tetap tuk selalu memahami dan mengerti, sakit kecewa yang dia alami, itu semua demi kebaikan semua orang, karena hidup itu ada yang suka dan pasti tidak suka, jerih payah usap tangis si Fikih demi semua orang tetapi terkadang semua santri tak tau, Sabar Ikhlas pasrah harus terus menyelimuti, kita manusia tiada daya tuk melakukan kecuali atas kehendak ALLAH, jangan kau membuang buang waktu, Bersabrlah karena semua itu ada batasnya, belajar tuk tersenyum walau menatap badai, serahkan usaha dan segala urusan itu kpada ALLAH, karena semua itu adalah guru, pengalaman, hinaan, celahan, dan lain lain.
Satu bulan tuk menuju pada bulan Romadhon, Teman teman tak sabar tuk pulang, berjumpa dengan pelukan hangat keluarga, kegitan romadhon berjalan dengan baik tiba disaat anak sudah pulang, Fiki tak bersamaan dengan keluarga, karena fiki tak disangka mendapat undangan tuk ke Lampung jadi Imam sholat terawih di tiga tempat, Pelajaran berharga tuk Fikih Karena sebenarnya kebahagiaan itu ada dalam diri kita sendiri, pedas manis sudah terlalui, terkadang Allah selalu mengingatkan kita dari Hinaan, cemoohah, celahan agar kita selalu dekat dengannya, agar kita selalu mengerti agar kita tak seperti itu, perjuangan melajualah sampai ke puncak, jika kamu sudah benar dalam jalan mu, maka berlarilah, jika kau tak kuat tuk berlari maka berlari kecillah, jika kau tak kuat berlari kecil maka merangkaklah, dan yang terakhir jikakau tak kuat tuk merangkak maka tetaplah di situ jangan sampai kau berputar balik arah, dan janganlah kau takut tuk kehilangan bayanganmu, kejarlah ke arah matahari anggap ALLAH adalah matahari itu jika kau tak mebelakangi maka bayangan akan selalu mengejarmu, tapi jika sebaliknya kau membelakangi matahari maka kamu yang mengejar bayanganmu, jadikanlah di setiap air mata, langkah kaki kita, hembusan nafas adalah Do’a yang terbaik untuk mereka, janganlah kau ragu dan malu karena keturunan, anggaplah keturunan itu adalha saalah satu semangat yang bisa mendobrakmu tuk jadikan engaku yang lebih tangguh dan kuat.
Jombang, 01 November 2018




BUKAN SEORANG KIAI


BUKAN SEORANG KIAI
Sesi 1
Arti kehidupan memang panjang,
namun tak sepanjang jalan menuju kekal,
tersimak luka dalam benak
terselip duka dalam tawa
terpampang kebahagiaan tak terarah
suatu pengabdian bukan sebatas isyarat
perjuangan perang pelawan musuh
yang tak lain adalah ego dan ketidakberdayaan
bukan menang jika tak terbidik panah
bukan kalah jika tak berkuasa
sejatinya hidup juang meraih impian.

Hening bersemayam dalam fikiran Hisyam, sosok anak muda yang masih polos, lugu dan tak banyak bicara, kebiasannya yang menyendiri dan suka mengalah. Meskipun baru semiggu ia berada di Pesantren Bani Sholeh Jombang, namun hampir seluruh asrama mengenal sosoknya. Sosok pendiam namun ramah. Bagaikan Gong, takkan bunyi bila tak ditabuh. Namun senyum ramahnya itulah yang membuat semakin akrab.
kam jangan diam terus bah, kam bisa cerita keluarga kam yang jauh, di mana itu... (sambil memejamkan mata dan menunjuk salah satu tempat)
“Di Amuntai pang, kalsel. Disana itu amun mau kemana-mana uyuh, ke kota jha menghabiskan 4 jam. kalau kam pang udah nyaman di kota.”
“ya am itu maksudku te (tak henti menggaruk kepala) ya sudah ayo ke Masjid. Sudah waktunya sholat, jangan sampai nanti nama kita diumumkan oleh pengurus dan kena sanksi”
Perjalanan mereka ke masjid tak menghilangkan keheningan yang masih lenggang bersemayam dalam diri Hisyam. Selesai berjamaah para santri membaca dzikir dan Sholawat, dilanjutkan dengan pengajian yang dipimpin oleh Gus Nizar, salah satu menantu Romoyai Alwi. Tak banyak dari mereka yang meninggalkan Masjid setelah kegiatan rutin itu selesai. Ada yang i’tikaf, membaca Al-Quran, membaca munjiyat. Begitu pula dengan Hisyam dan Ro’uf keduanya sibuk berdoa. dan betapa terkejutnya Ro’uf ketika bola matanya menatap sebuah cincin yang melingkar di salah satu jari Hisyam. Seketika tangan Hisyam ditarik dan cincin itu ditutup dengan genggaman tangannya.
kam masih waras kah?” tapi kenapalah kam pasang nih cincin dijari, kam tau apa hukumannya? dan kam juga tau mah kalau kita kaum rijal kada bolehlah menggunakan cincin, aku kada bisa membayangkan jikalau nanti kam dikarak melewati gerbang putri. Aduh Hisyam-Hisyam” (sambil menggaruk-garuk kepala)
“bukannya aku handak menentang peraturan, aku bingung ini cincin pemberian uma’ ku, kam tau pang ini cincin apa?
“cincin perempuan bah (spontan)
“ini cincin pernikahan uma’ku, dia memberikan kepadaku pakai bekal hidupku di sini, aku kada’ tau harus menyimpannya dimana, kam tau sendiri almari kita belum ada kuncinya, aku lebih tak bisa membayangkannya amun hilang. aku tak akan menjualnya. aku tetap akan menyimpannya”
kaya apa [gimana] kalau kita pendam cincin ni?, pasti aman!”
“jangan. aku tak akan memaafkan diriku ini amun hilang”
“ya sudah kita titipkan ja’ ke Mak Ju, sekarang kita cari aman ja’ dulu, langkah selanjutnya kita fikirkan lagi”
Langkah keduanyapun diketahui dengan jatunya cincin di disebalah kaki Fiki, fiki sontak terkejut dan mengambilnya, tanpa bertanya dia manuduh mereka mau menemui seorang gadis
“sini cincinnya, kalau tak tau tak usah menuduh” sahut Ro’uf
“jangan-jangan kalian mau memberikan cincinya pada cucunya Mak Ju ya?” (sambil tertawa lepas)
Hisyam langsung menarik tangan Ro’uf dan meninggalkan Fiki.
“tujuan kita nih bukan berdebat dengan Fiki, tapi mengamankan cincin ini”
“taulah aku, tapi itu anak harus dikasih tindakan. amun menyebar gimana?”
Kedua pandangan itu sontak diam, dan melanjutkan perjalanan
***
Langit biru yang masih terjaga, dalam pesonanya. Suasana pesantren yang juga masih terjaga dengan kebersihan dan lukisannya. Namun berbeda dengan perasaan Hisyam, Jiwanya memang terjaga di kursi baris kedua dari depan. Namun peraannya bimbang, pertanyaam Ustadz Hudi memang mudah, namun jawabannya butuh keberanian dan kekuatan menjawab bagi Hisyam.
“Fatah, apa tujuanmu ke mari” sahut Ustdz Hudi yang berdiri di samping tempat duduk Hisyam.
“saya ingin seperti Ustdz yang tak henti dan tak bosan mengajarkan ilmu kepada kami”
“kalau seperti itu, kau ikutlah bersamaku ke rumahku, biar lebih dekat denganku. Setuju?” semua santri diam. Pandangannya berkeliaran dalam satu ruang.
“Hisyam, berikan jawabanmu, apa tujuanmu kemari?”
Sontak “pak kiai” (sambil menundukkan pandangan)
Seketika menjadi berbincangan.
“benar, tujuanmu kemari ingin menjadi seorang Kiai”
“barokah Ustadz”
“diam semua! Mencari barokah Kiai?” seketika itu Ustadz Hudi duduk dan membuka pelajaran.
Setelah kelas selesai. Ro’uf segera merapat ke kursi Hisyam.
“hebat lah kam nih, jawaban dari semua santri bisa dijawab oleh Ustadz Hudi, eh jawaban kam yang kurang meyakinkan membuat Ustadz Hudi diam. Dapat ilham dari mana?”
“aku juga sama dengan kam, kada yakin dengan jawabanku sendiri. entah seolah ada bisikkan jawaban itu padaku”
Seketika senyum mengembang dari bibir keduanya.
***
Suatu ketika, ditengah kerumunan para santri yang sedang khusuk mendengarkan dan mencatat ceramah dari Romoyai Alwi, pendengaran Hisyam bagai tersambar petir ketika mendengar dawuh sang yai “bahwa pondok itu bukan mencetak seorang menjadi Kiai. Bukan mencetak seseorang untuk berhak memasuki surga, namun Pesantren adalah tempat belajar ilmu agama dan budi pekerti, tidak akan mungkin sebuah pohon akan tumbuh subur kalau tidak ada akar yang kuat dahan serta dedaunan yang rindang. Itulah umpama manusia”
            Seketika itu Hisyam terdiam, perkataan pamannya selalu terngiang dalam ingatannya. “maafkan aku paman, bukan tanpa sebab aku meminta maaf, bukan pula aku lemah, namun bukan arahku dan bukan kemampuanku untuk mewujudkannya, bagaimanapun dedaunan takkan pernah bisa menjadi bunga hias yang mampu menghiasi rumah, layaknya seorang kiai yang mampu memberi kebajikan untuk hati”
            Langkah kakinyapun menjadi lusuh, jiwanya layu.
Impian memang sebuah harapan, sedang harapan adalah penerang untuk langkah kaki yang tak pasti, semua itu akan sia-sia jika tak ada tekad yang gigih. Hati Hisyam seolah masih memerlukan penerang. kini penerang itu menjadi pekat dalam pikirannya, impiannya untuk mewujudkan harapan pamannya seolah sirna, dan kenyataan yang harus ia tanggung untuk menjawab isyarat kehidupan.
“kam tau kawal, ketika pandangan ini melihat burung yang sorangan, terpuruk. Bukan karena ia kada’ sanggup menikmati hidup.  Tapi karena dia kada’ tau bagaimana sebenarnya mewujudkan hidup itu menjadi indah, sama ini kaya’ ikam
Hisyam hanya penampakkan Pandangan yang kosong dan penuh pertanyaaan kepada Ro’uf
***
Di ruang kelas, Hisyam tak pernah menghabiskan waktu selain membaca pelajaran. Karena menurutnya waktu tidak berpurat ke belakang, ia akan menyekik kita jika tak digunakan dengan kerja keras. Hisyam memang sudah terlatih sejak kecil untuk mandiri, selama di rumahnya ialah yang menjadi punggung keluarga, karena baginya tak mungkin hanya mengharap uang hasil nelayan dari ayahnya yang kadang tak pulang beberapa hari. Ibunya yang kadang selalu merasa sakit di kepalanya, kembarannya yang tak sempurna di kakinya.
Sungguh berat bagi Hisyam meninggalkan mereka, namun takdir tak bisa dikendalikan. Harapan dengan kenyataan telah berlawanan. Tak mudah mengatakan kemauan yang disertai dengan kenyataan pahit.namun itulah yang terjadi, pamannya telah menyuruhnya untuk belajar. begitu pula ayah dan kembarannya. Kemauannya yang gigih menghantarkan ia pada impian masa kecilnya yaitu Ustadz.
“kang Hisyam”
“Faisol, janganlah memanggil kang, saya kira kau siapa?”
“tak papa atuh kang, boleh minta bantuan kang?”
“kau ini kayak siapa saja Faisol, ada apa?”
“bagini, bisa kau bantu jelaskan pelajaran Ustdz Hudi, saya benar-benar kesulitan, Ustdz Hudi terlalu cepat jika menjelaskan”
“kau terlalu berlebihan, saya juga kurang memahami, kita diskusi bersama saja”
“boleh atuh, kapan kang?”
“nanti malam insyaallah, di teras Mushollah,?”
“boleh, saya tunggu nanti malam”
Awal mula diskusi itu diikuti dua orang namun semakin lama, teman kelasnya memberikan kepercayaan kepada Hisyam untuk memimpin diskusi. Hal ini tak membuat Hisyam menjadi besar kepala.
Bersih tak akan sirna
Takkan terpupus oleh masa
Takkan pernah mencerca
Dan tak pernah berdusta
Ia memberi
bukan tanpa arti
memberi
untuk kesejatian yang hakiki
***
Angin malam yang sangat lebat menghantarkan lamunan Hisyam menepi keperaduan keluarga. Setiap musim angin seperti ini, keluraganya hanya mengandalkan pendapatan yang biasa dilakukan oleh Hisyam dan saudara kembarannya yakni menjajakan kerajinan anyaman mengelilingi desa satu ke desa yang lain. Karena gelombang laut yang tidak pasti membuat ayahnya mengurungkn untuk nelayan. Kadang juga sang ayah tidak pulang hingga beberapa hari terjebak dalam gelombang laut.
“bagaimana bisa diriku mampu menikmati derasnya angin malam, sedang orang yang aku kasihi nan jauh disana, sedang memikirkan salah seorang keluarganya yang sedang terancam. Bagaimana mungkin jiwa ini bisa diam, sedang mereka berkecamuk mencari kebutuhan demi kehidupan. Bukan tak pasti jiwa ini kemari, bukan tanpa sengaja langkah ini meninggalkan mereka. Ya Rob, Penjagaan-Mu lebih Aman. Sedang perasaanku membuat terancam menjadi kufur. Ya rob, Pemberian-Mu lebih luas. Sedang pintaku tak mampu mempeluas Do’aku untuk kelurgaku, Ya Rob, Takdirmu lebih Indah, namun hati ini gelisah karena lemah”
            Hari semakin larut, namun tak membuat kerinduan dan ketidakberdayaan Hisyam kepada keluarganya larut dalam kegelapan malam. Semua teman kamarnya sedang bertamasyia dalammimpinya. Namun matanya tak bisa terejam. Rasa kantuk seolah sirna, Hingga dia memutuskan untuk menuliskan kerinduan di lembaran kertas.
Assalamualaikum.
Untuk Uma’, Ayah dan Hasyim yang selalu ulun rindu dan ulun harap do’a.
Kaya apa keaadan sida’ pian?
Semoga selalu sehat dan terlimpah ruah rizki yang berkah.
Semoga urusan dan segala kesusahan teratasi tanpa masalah yang berarti.
Semoga penyakit dan segala kegundahan terangkat cepat.
Dan semoga kerinduan ini kawa’ terobati dengan kehadiran sida’ pian dalam setiap malam ulun.
Kabar ulun baik mah. Semua kawal di sini nih jua’ menyenangkan. Do’akan semoga impian dan harapan sida’ pian, terutama paman terkabul, amun kada menjadi kiai, karena diri ulun nih hanyalah santri yang penuh harap dari sang Ilahi.
Wassalamu’alaikum.
***
            Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, menyisakan berbagai kenangan dan mengumbangkan harapan baru. sudah setahun Hisyam berada di dalam Pesantren. Harapan menjadi manusia yang lebih berguna seperti dalam pepatah ‘Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin’. Kata-kata inilah yang selalu menginspirasi pribadi Hisyam.
            Sore itu kabar duka menyelimuti jiwa Hisyam. Hatinyapun menjadi buram, Pandangannya memudar, Jiwanya bimbang. Langkahnya suram,  Sang paman yang membiayayi mondok telah pergi untuk selamanya. Kabar duka ia terima ketika keluarganya mengirimkan surat kepadanya.
            Hari-hari ia lewati bersama gentingnya jiwa yang memberontak. Dua sisi yang semakin menyudutkan pikirannya, antara kembali pulang ke kampung halaman, ataukah meneruskan hingga mendapatkan apa yang diharapkan keluarga dan pamannya. Langkahnya semakin kaku, bayangan hidup seorang diri harus ia jalani ditengah peraduan nasib yang semakin menghimpit. Di tengah gersangnya lembah yang seolah menerka setiap kerinduannya. namun Hal ini tak membuat jiwanya mundur untuk kembali dengan tangan hampa. Apalagi meminta belas kasih dari seluruh temannya.
            “Hisyam,  mengapalah kam selalu ja’  memaksa untuk mengasah begawi’ [bekerja]. Sudahlah, aku nih kawal kam. Jangan pang memaksaku untuk mempekerjakan kam. Aku bukan tuan!”
            “permasalahannya bukan antara tuan dan pesuruhnya, kam kada’ perlu menganggapku pesuruh. kam sudah membantuku. malah apa yang bisa aku berikan untuk kam?”
            kam benar, aku begitu malu dengan diriku, yang hanya meminta dari orang tua, namun kam sanggup membuat peluang kerja untuk hidup mandiri”
            “di sini bukan tempat untuk mencari pekerjaan, mencuci baju sebagian dari mereka bukan merupakan pekerjaan. Namun aku berikhtiyar ini akan memudahkan langkahku ke depan, kam kada’ tau kehidupanku kelak, dan aku ja’ kada’ tau kehidupan kam kelak. Maka izikan aku membantu kam. Biarlah keaadanku susah sungguh, namun ini kada’ menjadi beban. Inilah kenangan yang akan aku pahat dalam ingatanku kelak”
            “jangan membuat aku cengeng bah kawal. Kalau kaya’ gitu, bukankah pahala itu harus kita bagi. Aku kada’ ridho amun bagian kam lebih besar dariku, setidaknya kita sama atau kada’ aku lebih banyak dari kam
            Suasanapun kembali tenang.
            Selain pekerjaan mencuci, Hisyam tak segan dan tak merasa malu berkumpul bersama teman-temannya sekedar berdiskusi yang memang terkadang ada beberapa pertanyaan yang tak layak mereka ungkapkan. Namun hal ini selalu diiringi dengan jawaban positif oleh Hisyam. Hingga suatu ketika dipanggilah Hisyam ke hadapan sang kiai. Rasa takut, sungkan dan malu membuatnya semakin gugup. Sang kiai yag dengan tenang, penuh kharisma dan ketwadhu’an itupun menyuruh Hisyam membantu di dapur Pesantren. Lama-kelamaan Hisyam pun sering dipanggil sang kiai, sekedar memijat beliau, mendengarkan dawuh beliau, atau menyuguhkan hidangan jika ada tamu yang suwan ke ndalem beliau.
            Suatu ketika Hisyam bertemu dengan seorang yang ia tak kenal, menggunakan pakaian layaknya sang Ustdz yang langkahnya seolah ingin suwan ke ndalem.
“maaf Ustzdz, sang kia masih pengajian di luar, silangkan jika mau menunggu”
“bukan tujuan saya bertemu dengan sang kiai, saya ingin memberikan sesuatu khabar yang membuatmu mengerti”
Hisyam bingung dengan perkataan orang asing itu
“kau ingin tau apa rahasia yang tersembunyi dibalik rahasia yang pernah engkau ungkapkan tanpa sengaja dan itu menjadikan semakin mengenal siapa dirimu sebenarnya”
Hisyam terdiam dan memutar ingatannya
“bukankah dirimu pernah mengungkapkan ingin mendapatkan barokah sang kiai, ya inilah sekarang!”
Hisyam pun terjungkal dari tidurnya. Dan merenungkan apa yang dikatakan oleh orang asing tersebut.
jawaban itupun baru Hisyam sadari dan benar-benar ia fahami, dalam kurun waktu 3 tahun setelah 5 tahun  berada di pesantren, ketika kampung halaman menerimanya sebagai mujahid, ketika anak-anak bangsa membacakan lantunan al-qur’an dalam serambi-serambi yang ia bangun. Ketika para jamaah sudah berbondong-bondong dalam rutinitas yang mulia. Dan ketika bait-bait tersemarakkan oleh mereka yang mengharap berkah dan syafaat baginda.
Inilah sebuah keberkahan yang menjadikan barokah.
***
Untukmu yang disana, cerita ini aku rangkai dari seseorang yang sangat mengagumimu semenjak di pesantren, seorang sahabat namun tak dekat. Seorang pengagum namun tak bergabung.
Salam Mujahid dariku.