SIMULASI 2 UNBK DI MA AL - ASY'ARI SEBAGAI PENYELENGGARA ( UJIAN MANDIRI )
MA AL-ASY'ARI
MADRASAH ALIYAH AL - ASY'ARI KERAS MERUPAKAN LEMBAGA PENDIDIKAN DIBAWAH NAUNGAN YAYASAN PENDIDIKAN DAN PONDOK PESANTREN AL-ASY'ARI ( YP3A ), YANG BERADA DI DESA KERAS KECAMATAN DIWEK KABUPATEN JOMBANG, MESKI BERADA DI DESA YANG TERPENCIL NAMUN PENDIDIKAN YANG DIBERIKAN TIDAK KALAH DENGAN PENDIDIKAN YANG ADA PADA MADRASAH DI PERKOTAAN.
Kamis, 31 Januari 2019
LDKS OSIS MA AL - ASY'ARI
RANGKAIAN KEGIATAN LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN SISWA ( LDKS ) OSIS MA AL - ASY'ARI KERAS DI WANAWISATA SELOAGENG WONOSALAM, MULAI DARI APEL PEMBERANGKATAN, APEL KEGIATAN, MATERI OUTBOND HINGGA APEL PENUTUPAN KEMBALI.
Minggu, 04 November 2018
SENYUM DI BANI SHOLEH
SENYUM DI BANI SHOLEH
Oleh:Ahmad Taufiqurrohman
Di
suatu ketika hiduplah seorang santri yang bernama Ahmad Taufikurrohman yang biasa
di panggil Fikih. Dia adalah anak dari seorang petani.Dia adalah anak orang
biasa tiada keturunan dari bangsawan atau Kyai, Fikih yang berkeinginan menjadi
Dokter dia duduk di bangku kelas Dua. MTS Ma’arif 16 Nurul Hidayah, Dia seorang
pelajar yang aneh, takut sama orang perempuan, dia mempunyai bakat yang luar
biasa terutama olahraga mulai dari takraw, badminton, tenis meja, volley, dan
futsal dia juga punya bakat dalam kesenian yakni dalam bidang Al banjari pada
waktu fiki tergabung dalam Group yang bernama ANNUHA, al hamdulillah pada waktu
itu ANNUHA sudah melalang buana dari Provinsi ke Provinsi lain di suatu ketika
dia pas waktu lomba di Sunan Drajad dia di Juri I oleh personil SH dia tertarik
dengan group ku, pada saat itu group ku di panggil ke ruang juri di ajak
shearing belajar bareng, ketepatan pada waktu itu aku selalu pringisan nggak
serius disitu aku dijulukki sebagai Supri yakni suka pringisan dengan sosok si Supri
yang konyol temen temennya suka dengnnya.
Sosok si Fikih,
Dia sering dapat Antusias dari guru guru, Pada suatu ketika si Fikih mulai
tertarik dengan progam mondok di kampungnya sendiri, dia pun dengan tekatnya
yang sangat kuat dia izin ke orang tuanya. Buk aku izin mondok kata si Fikih
Ibuknya menjawab ya nak aqw meridhoi di setiap langkah mu nak, tapi kamu harus
kuat sabar ikhlas dan tawakkal lihatlah mata air itu nak apabila mata air itu
bersih maka di sekitarmu pun akan bersih tetapi apabila mata air itu kotor maka
di sekitarmu akan mati Do’a ibuk selalu menyertaimu Nak.
Pada saat itu Fikih senang dengan kehidupannya
di pondok, yang akan banyak teman, Fikih mengikuti progam hafalan Al quran dia
memulainya dengan juz 30 surah Annaba’ tapi Fikih mulai ada penurunan di
kegiatan sekolahnya, karena si Fikih selalu begadang di malam hari ngopi ke
warung WIFI terakadang sampai pagi, sehingga jarang masuk sekolah walaupun
masuk di juga masih tetap tidur di kelasnya, Satu bulan kemudian Fiikih makin
sering tidak mengikuti ngajinya di pondok, dia lebih sering bolos karena dia
sudah mulai ketularan dengan temen dekat nya yakni dia bernama Andi ubaidillah
dia biasa di panggil dengan Andik dan Mohammad Fathul mufid yang biasa di
panggil Mufid, dia bertiga bagai saudara, yang kemana mana mesti selalu bersama
suka duka canda tawa yang selalu alami bersama, sampai sampai orang bertiga itu
tak pernah di pondok dia ikut tidur di kandang sapi yang keteepatan dekat
pondokku terdapat TTP taman teknologi pertanian milik Negara.
Satu bulan
Kemudian dia bertiga mulai tobat, karena mau menemui puncak kelulusan masa
putih biru, pada waktu itu Fiki mulai terasa betapa banyaknya waktu yang dia
buang dengan sia sia, pada saat itu Fikih mulai tertarik sangat tertarik mondok di Madrastul Qur’an Tebuireng tak tau
kenapa si Fikih tiba tiba tertarik mondok di MQ, dia pun mulai tekun kembali
rencana nya dia mondok di MQ setelah masa masa MTS selesai, ternyata si Fikih
tertarik karena Ustadznya adalah alumni pondok Madrasatul Qur’an Tebuireng.
Waktu wisuda pun
mulai tiba saatnya, tangisan tawa yang tercampur aduk menjadi satu dalam
suasana wisuda, tak terasa si Fikih pun mulai mencari jati dirinya, susah
rasanya berpisah dari teman teman, teman temannya ada yang sekolah di MAN, MAK,
SMA tapi Fikih masih bingung dengan dirinya, pada saat itu Fikih daftar di tiga
sekolah buat jaga jaga ketika ia nggak masuk di MQ.
Fikih pun
memutuskan pergi daftar ke Madrasatul Qur’an bersama ustadznya Karena Fikih
nggak punya keluarga yang begitu mengenal pondok, Dia berangakat di hari jum’at
perjuangan seorang ustadz demi muridnya yang sangat luar biasa, ketika tiba di
pondok Fikih pun mulai tersenyum melihat dunia santri di Jombang, begitu megah
nya pondok begitu luasnya pondok ini ya ALLAH yang di fasilitasi serba ada
seperti cuci baju, keranjang tidur, spreeng bed, dan masih banyak yang lain, Fikih
pun tak sabar tuk segera mondok, pada waktu itu Fikih mendapat nomor urut tes
0021, si ustadz Fikih itu tadi bilang dengan pengurus dan panitia pendaftaran
Tolong masukkan ya muridku, karena persaingan begitu ketat ustadzku takut aku
nggak masuk, sehabis itu Fikih pun memulai perjalanan ke rumah di waktu sore.
Sesudah fiki
sampai di rumah dengan Ustadznya dia sangat bergembira dia selalu ber angan
angan agar secepatnya mondok di MQ, dengan penuh ketidak sabaran hari TES masuk
pun tiba pada tanggal 21, Fiki pun memulai dengan penuh semangat dia pun mulai
perjalanan ke Jombang bersama Ustadznya, begitu sampai di pondok Fikih
menampakan senyum manisnya, dia melihat pesaing tes sebanyak 657 santri, tiba
di ruangan Fiki pun mulai mengerjakan tes akademik, setelah Fikih lancar tes
yang pertama yakni tes yang kedua baca kitab, yang ketiga yakni adalah penentuan
yakni tes Al qur’an yang pada saat itu aku di tes oleh mudzir ke dua pondok Madrasatul
Qur’an, seusai tes Fiki sangat bergembira karena tesnya lancar, tinggal
menunggu pengumuman masuk atau tidak, pengumaman di umumkan 2 hari setelah Tes
Tiba di saat
pengumuman Tes lolos seleksi PP Madrasatul Qur’an Jombang pertama ku mencari
info lewat teman saya yang mondok di MQ kataanya nggk ada aku sempet panik aku
nggak percaya tapi akuterus mencari nama lewat Online di WEB ternyata nggak ada
yang ada itu Mohammad Taufikurrohman alamat nya gresik, ternyata di saat hari
yang ku tunngu dengan positife ternyata hangus tiba tetesan air suci mataku
mulai berjatuhan di pangkuhan sarung ku usap tangiis tak terbendungkan seolah
seperti aku kehilangan orang yang paling ku cintai, ke esokannya ku merenung
tak keluar rumah selama 3 hari, ke esokan nya aku silaturahmi ke Ustadz ku
ketika menghadap di depannya air suci ku pun menetes lagi, ku tak kuat
menahanyya, Ustadz ku berkata sabar Fikih emang kau tak di cocokkan di pondok
itu masih banyak pondok yang mau menerimamu, ya Tadz tapi semua itu susah tadz
ucap Fikih, Ya kih aku tau apa yang kau rasakan tapi ingat dan tetaplah
semangat aku percaya kau bisa lewati, dibalik ini pasti mengandung hikamah.
***
Ke esokannya aku di
rumah, aku kedatangan seorang tamu yakni teman ku sendiri yang bernama Moh
Arifuddin Yusuf yang biasa di paggil Udin, dia datang ke rumah karena mendengar
aku tak lolos tes, “Fikih katanya kau tak lolos tes ya ta”? (ucap udin) “Ya Din”
kata Fikih “kenapa”? Tiba tiba Udin menawarkan untuk aku ikut mondok bersamanya
“Fikih ayok ikut aja mondok e”, “Dimana” ? kata fiki bertanya di Jombang jawab
Udin, “nggak ah din aku trauma takut nggak masuk lagi” ucap Fikih, tenang aja
aku ada jalur khusus lewat pamanku, pondok apa namanya ucap Fikih, pondok Tebuireng kata si udin
kata awalnya, masak sih Din Tebuireng kan mewah ketat lagi aku takut nggak
masuk din kata si Fikih, nggak usah tes fik langsung masuk sekolah e juga enak
ucap Udin, “apa sekolah e din”? Enak Fik langsung masuk juga sekolah e nggak
usa tes, sekolah e itu enak MAN Tebuireng terkenal kita langsung masuk lagi
nggak usa ikut tes, ( siapa yang tak tertaik Karena Fikih itu dulu serba mewah
masuk tanpa tes lagi )
Akhirnya si Fikih
langsung tertarik,Ya din Aku ikut kata si Fikih, kapan berangkat? Kata Fikih,
tanggal 29 Fikih Kata Udin, akhirnya si Fikih bersiap siap tuk mondok karena
Persiapan kurang 3 hari lagi, pada keesokannya si Fikih Ke rumah temannya yang
bernama Abdullah Faqih yang biasa di panggil Faqih Kebetulan Fikih itu
Bendahara dari Group Annuha. Pada waktu itu Fiki titip uang ke Faqih karena
satu group Al banjari, di saat itu faqih bertanya mau kemana ? mau mondok jawab
Fikih, cepat amat kata faqih, Ya Qih aku sudah dapat pondok enak nggak usa tes
langsung lolos enak sekolahnya juga nggak pakek Tes ucap Fikih, “apa sekolahe”?
Ucap Fakih sekolahnya MAN Kih. Kalu gitu aku ikut juga deh, kapan berangkat
ucap Faqih, tanggal 29. Takdisangka Takdir ALLAh menentukan tuk selalu bersama,
sejak TK,MI,MTs,dan MA selalu bersama karena scenario tuhan adalah yang terbaik
bahkan ada pepatah mengatakan belajarlah seperti kurma kurma itu ketika kecil
di bebani dengan batu agar kurma kuat tumbuh ke atas dan akar akan semakin
lebat tahan angin dan cuaca ekstrim.
Ketika sudah
waktunya berangkat lalu aku sudah bersiap-siap tinggal nunggu jemputan mobil fakih,
Fikih dan Udin rencana berangkat rombongan bersama sama, ketika mobil sudah
berada di halaman si Fikih tak kuasa menahan usap tangis karena perpisahan
dengan keluarga tercinta, karena Fikih itu nggak perah pisah dengan ibunya maka
ibunya pun ikut menangis, ketika sudah di jalan air mata Fikih pun mulai redah
dan tenang. Tujuan pertama adalah
silaturahmi ke rumah Gus Iful di kira Fikih gus Iful Gubernur Jawa Timur ternyata
ketika sudah tiba di hadapan rumah beliau Gus Iful pun menyambut dengat
hangatnya persaudaraan, si Fikih kaget wau ini orangnya yang nama nya gus Iful
karena dulunya si Fikih itu dulu tukang ceplas ceplos si Fiki hatinya berbicara
hitam banget dahinya, lalu semua keluarga di persilahkan masuk ke rumah di situ si Fikih melihat se-isi
rumah beliau, rumah nya itu kelihatnya kecil tetapi aslinya sangat luas, aku
istirahat sejenak lalu aku memandang tembok-tembok rumah ku melihat foto
keluraga di situ aku melihat lima anak dari gus iful, pertama ku lihat adalah
seorang putri cantik aku penasaran aku tanyakan pada pamanku yang sudah kenal
lama, jawab paman itu adalah anak pertama dari gus Iful yang bernama Dewi Nurusshoimah,
si Fikih pun mulai kepo dengannnya sekarang anknya mondok ya pondoknya sama
dengan yang akan kau duduki nama pondokmu itu madinatul ilmi, Fikih pun mulai
mendebar rasa pada si ning Dewi, tapi Fikih pintar tuk menahan, ketika sudah
mulai berangkat perjalanan ke pondok dia masih kepikiran tentang foto itu,
ketika tengah2 perjalanan si Fikih bertanya karena mobilnya kok nggak berhenti
di Tebuireng katanya mondoknya di Tebuireng, ternyata fakta tak mengatakan
seperti apa yang di katakan di awal, hujan pun mulai turun cuaca sangat dingin
tapi mobil masih melanjutkan perjalanan ke pondok ternyata pondok masuk ke desa
yang sangat plosok, si Fikih pada awalnya kecewa ketika tiba saatnya di depan
pondok dia melihat pondoknya, awalnya Fikih menginginkan pondok megah mewah,
tetapi ternyata pondoknya apa adanya si Fikih sudah terganggu mulai nggak
krasan padahal baru hari awal tuk mulai mondok, lalu semua teman dan keluarga
pun mulai masuk tuk sowan atau silaturahmi ke pondok, Assalamualikum ucap
pamanku, seorang tua berjenggot keluar dengan menjawaab salam dengan senyuman
berseri-seri, ternyata orang tua berjenggot itu adalah kyai dari pada pondok
itu, kyai itu adalah kakak kandung dari Gus Iful, dan si Ning itu adalah
Keponakan dari kyai itu kyai itu namanya adalah kyai Hamdi Sholeh yang biasa di
panggil Bapak sama santrinya, Hari pun mulai petang keluarga pun mulai siap
siap tuk pulang setelah bada maghrib, maghrib pun usai keluarga pun pamit tuk
pulang, Faqih dan Udin terseyum, sedangkan si Fikih dia itu selalu menangis
nggak krasan dengan pondoknya dia selalu teringat ibu dan adik adiknya nya yang
di rumah, hari pertama pun terlewati.
***
Di saat hari kedua
dia si udin dan faqih pun mulai
berkenalan dengan teman teman, tapi Fikih masih belum bisa menerima
keadaannya, teman teman pun mulai menghibur Fikih karena Fikih selalu
menyendiri dengan sikapnya yang cuek, pada malamnya ada acara dzibaiyah lah di
situ Fikih mulai terampil dengan hobinya yang dulu yakni sebagai seni hadrah al
banjari di situ semua santri putra dan putri mulai mengenal Fikih, nama Fikih
pun mulai tenar terdengar dari telinga ke telinga, setelah usai selesai acara
itu santri santri mulai heran dengan si Fikih asal punya asal ternyata Fikih
dan Fakih sudah pernah melalang buana ke segala penjuru, di situ Fikih pun
mulai melatih santri santri tuk belajar hadrah al banjari, pada malamnya aku di
ajak ketua pondok tuk mengangkat almari di kamar perempuan di situ aku melihat
si Ning Dewi kata Fikih aku kok kayak kenal orang ini, oooooo ya ternyata orang
ini adalah yang di foto keluarga gus Iful ucap si Fikih, di saat si Fikih
mengangkat, Ning Dewi bercanda dia mencuri Kopyah yang aku pakai, padahal aku
nggak kenal dan belum kenalan tapi Ning Dewi dengan tekatnya dia mencuri kopyahku
dan di bawa lari, aku pun nggak terima karena sifat terpendamku ku ungkpkan
dengan rasa ke cuekkkan, lalu si Ning menyimpan kopyahku, gossip pun mulai
keluar dari mult ke mulut, si Ning Dewi suka sama si Fikih, Santri santri
terheran anak baru kok bisa merebut hati sang Ning dewi, padahaal santri santri
juga berprimadona pada si Ning itu tapi nggak ada yang bisa memicu hati si Ning
Dewi, tapi si Fikih kook bisa meluluhkan hati si Ning, pada waktu perkumpulan
si Fikih di ajak kumpul kumpul dengan santri lama ternyata si Udin mengeparkan
gosip itu Si ning suka sama Fikih Cieee Si Fikih adalah calon gus Iful ucap si Udin,
di waktu segerombolan santri menatap si Fikih dengan rasa nggak suka, karena si
Ning adalah idaman Semua santri, si Fikih pun mulai malu karena dia anak baru, pada
waktu itu banyak yang nggak suka dengan si Fikih, hari demi hari mulai
terlampaui, si Fikih masih kepikiran ibunya, hampir tiap hari si Fikih menelfonnya,
tangis selalu menetes keluar dari mata si Fikih, ketika masuk di pendaftaran
sekolah ternyata sekolahnya Bukan MAN Tetapi Ma Al Asyari si Fikih pun tambah
kecewa karena semuanya tak sesiuai dengan awalnya, kenapa seperti ini hidup ini
ya ALLAH, Tapi si Fikih selalu disemangati oleh santri santri.
Hari demi hari
semua sudah terlewati si Fikih pun mulai bisa adaptasi, Fikih berkembang dengan
pesat karena do’a dari kedua orang tua, si Ning itu selalu mendekati Fikih tapi
si Fikih nggak pernah respon tapi si Ning selalu sabar dan menunggu, hingga
waktu dan hati sudah bosan si Ning mulai meralihkan hatinya untuk orang yang
mencintainya dia adalah santri yang paling tawadzu’ sholeh dan pintar anak dari
keturunan Kyai bukan lagi untuk si Fikih padahal si Ning itu nggak tau kalau si
Fikih sangat menyimpan rasa suka dan cinta dengan aman yang terbelengu dalam
penjara suci di hati karena si Fikih nggak tega dengan santri yang menyukainya,
tapi si Fikih pun tau kalau Dirinya ngak pantas. Tapi Fikih selalu menyikapi dengan baik, karena si Fikih
mempunyai prinsip biar aku yang mengalah demi teman ku yang bahagia. Fikih pun
mulai bisa menghilangkan rasa cemburunya, si Fikih tetep fokus dengan
hafalannya, Fikih pun mulai memegang hampir semua bidang ia kuasai, lalu si Fikih
dengan apa yang dia bisa dia di angkat sebagai kordinator pendidikan dalam
sekbid pendidikan itu terdapat anggota sebanyak empat orang yakni Fikih ketua,
dan lainnya adalah teman dari si Fikih termasuk Ning Dewi ada dalam sekbid
tersbut.
***
Bulan Romadhon pun
tiba hari hari sudah terlewati, hubungan si Ning dan Azmi pun mulai mesra, si Fikih
cemburu tapi si Fikih selalu menyimpannya belajar tuk menerima dengan sabar,
Akhrinya si Fikih mempunayai rasa tuk seseorang, yakni bernama Chantika dia masih
dengan sikapnya yang sangat polos dia asal Jakarta. Tapi walau Fikih masih
memendam karena masih belum berani mengungkapkan ke Ning dengan hati yang
plimpan Fikih pun terdiam, tapi chantika
tak begitu lama di hati si Fikih belum ada yang tau tapirasa itu sudah hilang
si Fikih pun sudah nggak suka. Hari pun mulai medekati lebaran semua anak pun
tak sabar tuk pulang bertemu dengan keluarga dan teman teman di rumah, ketika
di hari 27 Romadhon, Fikih pun siap siap tuk berkemas kemas, dengan tidak sabar
dia ingin pulang tuk melampiaskan rasa kangennya ke keluarga dan teman
temannya, mobil pun datang tuk menjemputnya, rasa tak bisa di ungkap dengan
kata kata, Fikih tak sempat pamitan denga kawan kawan dia langsung pulang.
Tibalah di rumah
Si Fikih dan teman teman menyambut kedatang si Fikih, Fikih kecapek an Fiki istirahat
dia pun rindu dengan baraang barang di rumah karena si Fikih tidak boleh
memakai hp di pondok Fikih langsung memegang hpnya di rumah milik bibiknya
karena si Fikih tidak panya hp ketika hp di buka dia buka messenger ada pesan
dari Denursom si Fikih heran siapa denursom itu ternyata itu Ning Dewi dia
bilang minta maaf atas kesalahan yang dia perbuat ke si Fikih, kata Fikih “ya gak
apa kok”, lama kelamaaan Si Ning minta nomor WA si Fikih, waktu tak terasa si
Ning semakin dekat dengan si Fikih karena si Ning selalu curhat ke Fikih
masalah masalahnya dan Fikih selalu menyemangati selalu menghibur walau hati
masih tertutupi denga keraguan, karena hati Ning masih untuk Azmi tapi fkih
heran kenapa dia selalu menghubungiku dari pada ke Azmi sedangkan azmi gimana,
ternyata aku Cuma buat teman curhat Fikih pun kecewa, dekatnya ternyata tidak
untuk hati si Fikih ternyata Cuma buat teman curhat, tapi si Fikih selalu
memahami dan mengerti salah si Fikih dulu kenapa di saat dulu masih suka Ning ke
Fikih nggak ke terima, tapi Fikih ambil hikmah di balik ini semua dia percaya
yang di takdirkan ALLAH adalah yang paling terbaik jangan pikul beban dunia ini
di kepala anda.
Hari mulai
berjalan rasa sabar selalu menemani karena semua itu ada batasnya, kurang tiga
hari si Fikih melaksankan wisuda kelulusan Fikih selalu belajar tersenyum walau
melawan badai serahkan semua urusan itu ke pada ALLAh Biarlah takdir mengalir
pada jalurnya, tiga hari sudah terlaksana tiba pun waktu wisuda tangis, canda,
tawa tergebur menjadi satu alam suasana perpisahan, setelah usai wisuda si Fikih
langsung balik ke rumah, di waktu itu selesai pada jam 12.00 WIB tak di sangka
pada waktu itu Fiki mendengar ledakan keras dari kejauhan Fikih pun ketakutan,
pada ke esokannya terdengar kabar itu adalah suara mercon pelakunya adalah
Mufid teman sekelasku ternyata dia setelah wisudah dia memasang mercon besar di
belakang pondok ku yang dulu pada waktu itu semua RT nggak terima karena mobil
mobil menyalaakan alarm nya, semua pun ramai menggelegar.
Pada keesokannya Fikih
di datangi tamu, ternyata tamu itu adalah ibu Mufid dia datang ke rumahku
dengan tangisan air mata Karen tak tega melihat si Mufid di marahi ayahnya dan
akan di usir jika tak pindah pondok, lalu ibu mufid minta solusi ke Ibu Fikih
ternyata hasil keputusannnya adalah Mufid ikut mondok bersama Fikih, lalu si Mufid
siap tuk pindah pondok dulunya pondoknya namanya Tarbiyayut Tholabah sekarang
pindah di Madinatul Ilmi, setelah senang senang jalan jalan melegakan pikiran
di rumah saatnya yang asalnya bertiga
sekarang ber Empat balik ke pondok, si Fikih sudah mulai krasan dengan pondok
itu setiba di pondok itu si Fikih mulai kepikiran yang di rumah lagi maklum
masih baru Balikan dari rumah, hari kemudian hari mulai terlewati lama kelamaan
si Fikih berkembang lalu di suruh jadi badal ngaji di pondok, setelah menjadi
guru Fikih menjadi orang yang paling di percaya di pondok setelah Ketua pondok
dan Bendahara, tapi di saat fiki menjabat sebagai guru banyak orang orang yang
tidak suka pada ku, terkadang nggak ada angina nggak ada hujan ada yang nggak
terima katanya si Fikih perusak segalanya, tapi Fikih dengan sabar dan 1000
senyum keikhalasan dan kebaikan ia membalasnya, emang semua itu adalah cobaan
untuk menjadi yang lebih baik, terkadang ALLAH mengingatkan kita Terkadang
lewat cobaan,celaan,hinaan dan banyak lagi, krena agar kita selalu menjadi
lebih dekat dengan ALLAH, sebenarnya laku seperti itu adalah sebuah contoh bagi
kita jangan sampai kita seperti itu, jangan lah sesekakli kamu membeci orang
karena semua itu ada kekurangan dan kelebihan, jangan suka mencari kesalahan orang lain, dan berhati hatilah
karena apa yang kau katakan adalah apa yang akan kau lakukan.
Besok hari sabtu
mulai masuk pertama kali sekolah jadi harus siap-siap untuk sekolah, pertama
masuk sekolah si Fikih berangakat dengan banyak orang termasuk yang masuk di
angkatan MA adalah Fikih, Fakih, Udin, Azmi, Mufid, Dewi, di hari pertama
adalah halal bi halal dan perkenalan, hari esoknya adalah MOS sekolah.
Pada ke esokannya
Di saaat MOS berlangsung si Fikih dan teman teman mulai perkenalan maju ke
depan pas giliran Fikih si Ning menunggu nama itu dulu dikiranya nama Fikih
adalah Yusuf ternyata Fikih namanaya adalah Ahmad Taufikurrohman Teman teman Fiki
mulai perkenalan deng teman teman baru tapi Fikih selalu cuek dengan yang lain,
sampai sampai si Fiki di juluki manusia batu sombong padahala maksud si Fiki nggak
itu, lama kelamaan Fiki mulai nakal yang aktif masuk adalah Si Faqih,Azmi,dan Ning
Dewi sedangkan Fikih Ahli bolos nggak sekolah paling stu bilan cuma masuk tiga
kali itu aja nggak samai selesai sekolah habis istirahat si Fiki kabur, dulunya
si Fikih pingin nggak kelihatan apa yang dia bisa di sekolahan, Fikih seperti
itu mungkin berjalan satu Tahun nggak pernah sekolah, Tapi Fikih selalu biasa
padahal ibu selalu nyuruh tuk menyeimbangkan antara sekolah dan mondok, Tapi si
Fikih nggak pernah mendengarkan ucapan ibunya,entah kenapa Fikih mulai seperti
itu berubah 85% lalu Fikih pun ikut ikut merokok, padahal Ibu selalu melarang
agar tidak merokok.
Waktu terus
berjalan pada suatu saat si Fikih di tangkap oleh gus Iful gara gara merokok,
langsung di laporkan ke orang tuaku, setelah orang tuaku di laporkan masalah ku
ibukku langsung sakit selama tiga hari, habis itu si Fikih langsung berhenti
merokok, si Fikih pun mulai banyak perubahan menjadi nakal ahli bolos, ahli
tidur, ahli kabur, padahal si Fikih adalah guru dan juga kordinator pendidikan
entah kenapa si Fikih menjadi seperti itu, keluarga dalem pun hilang
kepercayaan kepada Fikih, Fikih pun hilang kepercayaan kepada keluarga dalem, Fikih
nggak pernah ada di pondok Fikih jalan jalan terus keliling kota ahli kabur,
ketika kunci gerbang tertutup si Fikih ahli panjat tembok, meloncat agar bisa
kabur kesopanan pun mulai menghilang, tapi di waktu itu di saat pondok dalam
bidang pendidikan manajemen bagus di pegang si Fikih berkembang sangat pesat
semua kegiatan pun berajalanan semua, tapi setelah di tinggal oleh Fikih tak ada
kegiatan yang berjalan, semua mati tak ada nyawa teriak tuk melaksakan
kegiatan, lalu Fikih menetap dalam kelas kosong, tempat yang sering di tempati
adalah makam KH Asyari dan masjid samping pondok, Fikih tak pernah ke pondok
makan aja keluar setiap malam keliaran, lama kelamaan Fikih berfikir akan apa
yang di tunggu oleh keluaranya adalah keberhasilan si Fikih, selesai 30 Juz
tapi Fiki nggak pernah setoran, lalu Fikih pun mulai perlahan lahan dia sadar.
Aku
bersyukur kau di sini kasih
Di
kalbuku mengiringi
Dan
padamu ingin ku sampaikan
Kau
cahaya hati
Dulu
ku palingkan diri dari cinta
Hingga
kau hadir membasuh segalannya
Oh
inilah janjiku kepadamu
Sepanjang
hidup bersamamu
Kesetiaanku
tulus untukmu
Hingga
akhir waktu aulah cintaku cintaku
Sepanjang
hidup seoringwaktu
Aku
bersyukur atas hadirmu
Kini
dan selamanya aku milikmu…
Pada keesokan
malamnya Fikih tak sekolah dia asyik asyikan di kelas kosong, sedang
mendengarkan lagu Maher zain sepanjang hidup, karena Fiki itu sukanya
mengumpulkan kata kata, pas di lagu itu kata kata yang sangat bagus, lalu si Fikih
membuat story di Wa lalu di screen shoot, yang bertuliskan Sepanjang hidup
bersammu kesetian ku menusuk tubuhku sampai akhir waktu kaulah cinta ku,, tak
sengaja scrennshoot itu di kirim ke Ning Dewi,,,lalu di balas oleh Ning
maksudnya apa Fiik,mungkin itu adalah waktu dan takdir tak bisa diubah mungkin Fikih
harus dengan terpaksa bilang ke Ning Dewi, “ya nanti ku jelasin di makom
setelah pulang sekolah”, ucap Fikih tapi Fikih kebingungan kok bisa terkirim,
kok nggak bisa bohong, setelah pulang sekolah Ning pun nggak sabar apa maksud Fikih,
tiba pun di makom dia langsung duduk agak jauh, terpaksa Fikih mengungkapkan ke
Ning, “aku suka pean Ning”, Ning pun mulai kaget tersentak kok bisa, ya Ning
aku suka pean udah lama tapi selalu ku pendam dalam penjara suci ku, tapi aku
tahu kok keadaan pn akuu nggak butuh jawaban pn kok aku tahu keaadan dan
kondisi pn cukup aku mengungkapkan saja, ucap Fikih karena pean kan udah sama
Azmi gak apa-apa lanjutin aja, si Ning pun minta Maaf.
Fikih mulai
menghilang pelahan dari hadapan Ning Dewi, tapi takdir telah mengubah semuanya,
Fikih sudah sadar jika selama itu waktu tak akan kembali dan nggak akan bisa di
putar lagi karena waktu kan terus mengejar tangisan Fikih membawa kesadaran,
tak lama setelah mengungkapkan si Fikih kurang delapan hari lagi Fiki memutuskan tuk pindah pondok,
karena pada waktu itu Fikih nggak habis Fikir setelah si Fikih di panggil
karena kabar akan di suruh boyong, maka Fikih berfikir lebih baik pindah duluan
dari pada di suruh boyong, Maka Fikih langsung menelvon Gus Iful memberi tahu
kalau si Fikih mau ikut dengan beliau, dulu rencananya Gus Iful mau mendirikan
pondok nunggu Adik dari Ning Dewi sudah besar tapi takdir tak bisa di ubah, Fikih
masih memaksa tuk ikut di gus Iful, bahkan Fikih rela sekolah aktif bersepeda
sejauh 9 KM, karena ketenangan yang di butuhkan oleh fikih, tapi Takdir tak
seperti itu, setelah Fikih sepakat Gus iful memberi tahu agar para tukang
tukang segera mebangun kecil kecilan di rumahnya, setelah tiba waktunya tuk
berpamitan, ternyata adik adikku juga ikut, aku sebelumnya pamitan bersama
Ning, fiki bilang Ning aku pamit Boyong, Ning kaget maata mulai berkaca-kaca
semua santri putri Menangiskan air mata ketika mendengar kalau si Fikih mau
boyong, “Boyong kemana”? Kata Ning, Ntar pean lak tau sendiri to Ning kata Fikih,
Ning terdiam, Tiba mobil tuk menjemput Si Fikih lalu Fikih pamitan dengan
keluarga dalem,dan bersalam salaam perpisahan dengan teman teman.
Setelah kepergian Fikih
suasana pondok berubah tak seperti bias karena kehilangan tiang separuh pondok
itu, Setelah tiba Fikih di Dalem Gus Iful karena dulu Fikih termasuk santri
pertama dan dulu masih sebutan Dalem bukan yayasan atau pondok, pada waktu itu
santri masih lima orang, Fikih dan saudara saudaranya, yang pertama karena
butuh perjuangan bukan main, berjalan lima hari terlewati si Ning akhirnya
menyusul tuk pindah dan berjuang di rumahnya, akhirnya lama lama lahan perlahan
tambah satu demi satu santri tersebut
bertambah, setelah bertambah tak di sangka berdirilah yayasan Bani Sholeh
Jombang, kegiatan di pondok ekstra full, Akhirnya kutemukan ketenangan dan
kebahagiaan sejati, Rasa tekad tak takut akan keterbatasan, karena kesuksesan
adalah harga mati, diangkatlah Fikih menjadi ketua Pondok, perubahan berbalik
90 derajat yang dulu nakal ahli bolos tapi karena keinginan tuk berubah yang
tulus membuahkan hasil, apa yang kita tanam adalah apa yang akan kita tuai.
Tapi suatu
perjalanan hidup akan menjadi cerita yang luarbiasa, Ketika Fikih di pondok
banyak yang nggak suka banyak yang dendam, tapi si Fikih tetap tuk selalu
memahami dan mengerti, sakit kecewa yang dia alami, itu semua demi kebaikan
semua orang, karena hidup itu ada yang suka dan pasti tidak suka, jerih payah
usap tangis si Fikih demi semua orang tetapi terkadang semua santri tak tau,
Sabar Ikhlas pasrah harus terus menyelimuti, kita manusia tiada daya tuk melakukan
kecuali atas kehendak ALLAH, jangan kau membuang buang waktu, Bersabrlah karena
semua itu ada batasnya, belajar tuk tersenyum walau menatap badai, serahkan
usaha dan segala urusan itu kpada ALLAH, karena semua itu adalah guru,
pengalaman, hinaan, celahan, dan lain lain.
Satu bulan tuk
menuju pada bulan Romadhon, Teman teman tak sabar tuk pulang, berjumpa dengan
pelukan hangat keluarga, kegitan romadhon berjalan dengan baik tiba disaat anak
sudah pulang, Fiki tak bersamaan dengan keluarga, karena fiki tak disangka
mendapat undangan tuk ke Lampung jadi Imam sholat terawih di tiga tempat,
Pelajaran berharga tuk Fikih Karena sebenarnya kebahagiaan itu ada dalam diri
kita sendiri, pedas manis sudah terlalui, terkadang Allah selalu mengingatkan
kita dari Hinaan, cemoohah, celahan agar kita selalu dekat dengannya, agar kita
selalu mengerti agar kita tak seperti itu, perjuangan melajualah sampai ke
puncak, jika kamu sudah benar dalam jalan mu, maka berlarilah, jika kau tak
kuat tuk berlari maka berlari kecillah, jika kau tak kuat berlari kecil maka
merangkaklah, dan yang terakhir jikakau tak kuat tuk merangkak maka tetaplah di
situ jangan sampai kau berputar balik arah, dan janganlah kau takut tuk
kehilangan bayanganmu, kejarlah ke arah matahari anggap ALLAH adalah matahari
itu jika kau tak mebelakangi maka bayangan akan selalu mengejarmu, tapi jika
sebaliknya kau membelakangi matahari maka kamu yang mengejar bayanganmu,
jadikanlah di setiap air mata, langkah kaki kita, hembusan nafas adalah Do’a
yang terbaik untuk mereka, janganlah kau ragu dan malu karena keturunan,
anggaplah keturunan itu adalha saalah satu semangat yang bisa mendobrakmu tuk
jadikan engaku yang lebih tangguh dan kuat.
Jombang, 01 November 2018
BUKAN SEORANG KIAI
BUKAN SEORANG
KIAI
Sesi 1
Arti
kehidupan memang panjang,
namun
tak sepanjang jalan menuju kekal,
tersimak
luka dalam benak
terselip
duka dalam tawa
terpampang
kebahagiaan tak terarah
suatu pengabdian bukan sebatas isyarat
perjuangan perang pelawan musuh
yang tak lain adalah ego dan ketidakberdayaan
bukan menang jika tak terbidik panah
bukan kalah jika tak berkuasa
sejatinya hidup juang meraih impian.
Hening bersemayam dalam
fikiran Hisyam, sosok anak muda yang masih polos, lugu dan tak banyak bicara, kebiasannya
yang menyendiri dan suka mengalah. Meskipun baru semiggu ia berada di Pesantren
Bani Sholeh Jombang, namun hampir seluruh asrama mengenal sosoknya. Sosok
pendiam namun ramah. Bagaikan Gong, takkan bunyi bila tak ditabuh. Namun senyum
ramahnya itulah yang membuat semakin akrab.
“kam jangan diam
terus bah, kam bisa cerita keluarga kam yang jauh, di mana
itu... (sambil memejamkan mata dan menunjuk salah satu tempat)
“Di Amuntai pang,
kalsel. Disana itu amun mau kemana-mana uyuh, ke kota jha
menghabiskan 4 jam. kalau kam pang udah nyaman di kota.”
“ya am itu
maksudku te (tak henti menggaruk kepala) ya sudah ayo ke Masjid. Sudah
waktunya sholat, jangan sampai nanti nama kita diumumkan oleh pengurus dan kena
sanksi”
Perjalanan mereka ke masjid
tak menghilangkan keheningan yang masih lenggang bersemayam dalam diri Hisyam.
Selesai berjamaah para santri membaca dzikir dan Sholawat, dilanjutkan dengan
pengajian yang dipimpin oleh Gus Nizar, salah satu menantu Romoyai Alwi. Tak
banyak dari mereka yang meninggalkan Masjid setelah kegiatan rutin itu selesai.
Ada yang i’tikaf, membaca Al-Quran, membaca munjiyat. Begitu pula dengan Hisyam
dan Ro’uf keduanya sibuk berdoa. dan betapa terkejutnya Ro’uf ketika bola
matanya menatap sebuah cincin yang melingkar di salah satu jari Hisyam. Seketika
tangan Hisyam ditarik dan cincin itu ditutup dengan genggaman tangannya.
“kam masih waras
kah?” tapi kenapalah kam pasang nih cincin dijari, kam tau
apa hukumannya? dan kam juga tau mah kalau kita kaum rijal kada
bolehlah menggunakan cincin, aku kada bisa membayangkan jikalau
nanti kam dikarak melewati gerbang putri. Aduh Hisyam-Hisyam” (sambil
menggaruk-garuk kepala)
“bukannya aku handak
menentang peraturan, aku bingung ini cincin pemberian uma’ ku,
kam tau pang ini cincin apa?
“cincin perempuan
bah (spontan)
“ini cincin pernikahan uma’ku,
dia memberikan kepadaku pakai bekal hidupku di sini, aku kada’ tau
harus menyimpannya dimana, kam tau sendiri almari kita belum ada
kuncinya, aku lebih tak bisa membayangkannya amun hilang. aku
tak akan menjualnya. aku tetap akan menyimpannya”
“kaya apa
[gimana] kalau kita pendam cincin ni?, pasti aman!”
“jangan. aku tak
akan memaafkan diriku ini amun hilang”
“ya sudah kita titipkan
ja’ ke Mak Ju, sekarang kita cari aman ja’ dulu, langkah selanjutnya
kita fikirkan lagi”
Langkah keduanyapun
diketahui dengan jatunya cincin di disebalah kaki Fiki, fiki sontak terkejut
dan mengambilnya, tanpa bertanya dia manuduh mereka mau menemui seorang gadis
“sini cincinnya, kalau
tak tau tak usah menuduh” sahut Ro’uf
“jangan-jangan kalian
mau memberikan cincinya pada cucunya Mak Ju ya?” (sambil tertawa lepas)
Hisyam langsung menarik
tangan Ro’uf dan meninggalkan Fiki.
“tujuan kita nih
bukan berdebat dengan Fiki, tapi mengamankan cincin ini”
“taulah aku,
tapi itu anak harus dikasih tindakan. amun menyebar gimana?”
Kedua pandangan itu
sontak diam, dan melanjutkan perjalanan
***
Langit biru yang masih
terjaga, dalam pesonanya. Suasana pesantren yang juga masih terjaga dengan
kebersihan dan lukisannya. Namun berbeda dengan perasaan Hisyam, Jiwanya memang
terjaga di kursi baris kedua dari depan. Namun peraannya bimbang, pertanyaam
Ustadz Hudi memang mudah, namun jawabannya butuh keberanian dan kekuatan
menjawab bagi Hisyam.
“Fatah, apa tujuanmu ke
mari” sahut Ustdz Hudi yang berdiri di samping tempat duduk Hisyam.
“saya ingin seperti
Ustdz yang tak henti dan tak bosan mengajarkan ilmu kepada kami”
“kalau seperti itu, kau
ikutlah bersamaku ke rumahku, biar lebih dekat denganku. Setuju?” semua santri
diam. Pandangannya berkeliaran dalam satu ruang.
“Hisyam, berikan
jawabanmu, apa tujuanmu kemari?”
Sontak “pak kiai”
(sambil menundukkan pandangan)
Seketika menjadi
berbincangan.
“benar, tujuanmu kemari
ingin menjadi seorang Kiai”
“barokah Ustadz”
“diam semua! Mencari
barokah Kiai?” seketika itu Ustadz Hudi duduk dan membuka pelajaran.
Setelah kelas selesai.
Ro’uf segera merapat ke kursi Hisyam.
“hebat lah kam
nih, jawaban dari semua santri bisa dijawab oleh Ustadz Hudi, eh jawaban
kam yang kurang meyakinkan membuat Ustadz Hudi diam. Dapat ilham dari
mana?”
“aku juga sama dengan kam,
kada yakin dengan jawabanku sendiri. entah seolah ada bisikkan jawaban
itu padaku”
Seketika senyum
mengembang dari bibir keduanya.
***
Suatu ketika, ditengah kerumunan
para santri yang sedang khusuk mendengarkan dan mencatat ceramah dari Romoyai
Alwi, pendengaran Hisyam bagai tersambar petir ketika mendengar dawuh sang yai
“bahwa pondok itu bukan mencetak seorang menjadi Kiai. Bukan mencetak seseorang
untuk berhak memasuki surga, namun Pesantren adalah tempat belajar ilmu agama
dan budi pekerti, tidak akan mungkin sebuah pohon akan tumbuh subur kalau tidak
ada akar yang kuat dahan serta dedaunan yang rindang. Itulah umpama manusia”
Seketika
itu Hisyam terdiam, perkataan pamannya selalu terngiang dalam ingatannya.
“maafkan aku paman, bukan tanpa sebab aku meminta maaf, bukan pula aku lemah,
namun bukan arahku dan bukan kemampuanku untuk mewujudkannya, bagaimanapun dedaunan
takkan pernah bisa menjadi bunga hias yang mampu menghiasi rumah, layaknya seorang
kiai yang mampu memberi kebajikan untuk hati”
Langkah
kakinyapun menjadi lusuh, jiwanya layu.
Impian memang sebuah
harapan, sedang harapan adalah penerang untuk langkah kaki yang tak pasti,
semua itu akan sia-sia jika tak ada tekad yang gigih. Hati Hisyam seolah masih
memerlukan penerang. kini penerang itu menjadi pekat dalam pikirannya,
impiannya untuk mewujudkan harapan pamannya seolah sirna, dan kenyataan yang
harus ia tanggung untuk menjawab isyarat kehidupan.
“kam tau kawal, ketika pandangan ini melihat burung yang
sorangan, terpuruk. Bukan karena ia kada’ sanggup menikmati hidup. Tapi karena dia kada’ tau bagaimana
sebenarnya mewujudkan hidup itu menjadi indah, sama ini kaya’ ikam”
Hisyam hanya
penampakkan Pandangan yang kosong dan penuh pertanyaaan kepada Ro’uf
***
Di ruang kelas, Hisyam
tak pernah menghabiskan waktu selain membaca pelajaran. Karena menurutnya waktu
tidak berpurat ke belakang, ia akan menyekik kita jika tak digunakan dengan
kerja keras. Hisyam memang sudah terlatih sejak kecil untuk mandiri, selama di
rumahnya ialah yang menjadi punggung keluarga, karena baginya tak mungkin hanya
mengharap uang hasil nelayan dari ayahnya yang kadang tak pulang beberapa hari.
Ibunya yang kadang selalu merasa sakit di kepalanya, kembarannya yang tak
sempurna di kakinya.
Sungguh berat bagi
Hisyam meninggalkan mereka, namun takdir tak bisa dikendalikan. Harapan dengan
kenyataan telah berlawanan. Tak mudah mengatakan kemauan yang disertai dengan
kenyataan pahit.namun itulah yang terjadi, pamannya telah menyuruhnya untuk
belajar. begitu pula ayah dan kembarannya. Kemauannya yang gigih menghantarkan
ia pada impian masa kecilnya yaitu Ustadz.
“kang Hisyam”
“Faisol, janganlah
memanggil kang, saya kira kau siapa?”
“tak papa atuh kang,
boleh minta bantuan kang?”
“kau ini kayak siapa
saja Faisol, ada apa?”
“bagini, bisa kau bantu
jelaskan pelajaran Ustdz Hudi, saya benar-benar kesulitan, Ustdz Hudi terlalu
cepat jika menjelaskan”
“kau terlalu
berlebihan, saya juga kurang memahami, kita diskusi bersama saja”
“boleh atuh, kapan
kang?”
“nanti malam insyaallah,
di teras Mushollah,?”
“boleh, saya tunggu
nanti malam”
Awal mula diskusi itu
diikuti dua orang namun semakin lama, teman kelasnya memberikan kepercayaan
kepada Hisyam untuk memimpin diskusi. Hal ini tak membuat Hisyam menjadi besar
kepala.
Bersih
tak akan sirna
Takkan
terpupus oleh masa
Takkan
pernah mencerca
Dan
tak pernah berdusta
Ia memberi
bukan tanpa arti
memberi
untuk kesejatian yang hakiki
***
Angin malam yang sangat
lebat menghantarkan lamunan Hisyam menepi keperaduan keluarga. Setiap musim
angin seperti ini, keluraganya hanya mengandalkan pendapatan yang biasa
dilakukan oleh Hisyam dan saudara kembarannya yakni menjajakan kerajinan
anyaman mengelilingi desa satu ke desa yang lain. Karena gelombang laut yang
tidak pasti membuat ayahnya mengurungkn untuk nelayan. Kadang juga sang ayah
tidak pulang hingga beberapa hari terjebak dalam gelombang laut.
“bagaimana bisa diriku
mampu menikmati derasnya angin malam, sedang orang yang aku kasihi nan jauh
disana, sedang memikirkan salah seorang keluarganya yang sedang terancam.
Bagaimana mungkin jiwa ini bisa diam, sedang mereka berkecamuk mencari
kebutuhan demi kehidupan. Bukan tak pasti jiwa ini kemari, bukan tanpa sengaja
langkah ini meninggalkan mereka. Ya Rob, Penjagaan-Mu lebih Aman. Sedang perasaanku
membuat terancam menjadi kufur. Ya rob, Pemberian-Mu lebih luas. Sedang pintaku
tak mampu mempeluas Do’aku untuk kelurgaku, Ya Rob, Takdirmu lebih Indah, namun
hati ini gelisah karena lemah”
Hari
semakin larut, namun tak membuat kerinduan dan ketidakberdayaan Hisyam kepada
keluarganya larut dalam kegelapan malam. Semua teman kamarnya sedang
bertamasyia dalammimpinya. Namun matanya tak bisa terejam. Rasa kantuk seolah
sirna, Hingga dia memutuskan untuk menuliskan kerinduan di lembaran kertas.
Assalamualaikum.
Untuk Uma’, Ayah dan
Hasyim yang selalu ulun rindu dan ulun harap do’a.
Kaya apa keaadan sida’ pian?
Semoga selalu sehat dan terlimpah ruah
rizki yang berkah.
Semoga urusan dan segala kesusahan teratasi
tanpa masalah yang berarti.
Semoga penyakit dan segala kegundahan
terangkat cepat.
Dan semoga kerinduan ini kawa’
terobati dengan kehadiran sida’ pian dalam setiap malam ulun.
Kabar ulun baik mah. Semua
kawal di sini nih jua’ menyenangkan. Do’akan semoga impian
dan harapan sida’ pian, terutama paman terkabul, amun kada menjadi
kiai, karena diri ulun nih hanyalah santri yang penuh harap dari sang
Ilahi.
Wassalamu’alaikum.
***
Tak
terasa waktu berlalu begitu cepat, menyisakan berbagai kenangan dan mengumbangkan
harapan baru. sudah setahun Hisyam berada di dalam Pesantren. Harapan menjadi
manusia yang lebih berguna seperti dalam pepatah ‘Hari ini harus lebih baik
dari hari kemarin’. Kata-kata inilah yang selalu menginspirasi pribadi Hisyam.
Sore
itu kabar duka menyelimuti jiwa Hisyam. Hatinyapun menjadi buram, Pandangannya
memudar, Jiwanya bimbang. Langkahnya suram, Sang paman yang membiayayi mondok telah pergi
untuk selamanya. Kabar duka ia terima ketika keluarganya mengirimkan surat
kepadanya.
Hari-hari
ia lewati bersama gentingnya jiwa yang memberontak. Dua sisi yang semakin
menyudutkan pikirannya, antara kembali pulang ke kampung halaman, ataukah
meneruskan hingga mendapatkan apa yang diharapkan keluarga dan pamannya. Langkahnya
semakin kaku, bayangan hidup seorang diri harus ia jalani ditengah peraduan
nasib yang semakin menghimpit. Di tengah gersangnya lembah yang seolah menerka
setiap kerinduannya. namun Hal ini tak membuat jiwanya mundur untuk kembali
dengan tangan hampa. Apalagi meminta belas kasih dari seluruh temannya.
“Hisyam,
mengapalah kam selalu ja’ memaksa untuk mengasah begawi’
[bekerja]. Sudahlah, aku nih kawal kam. Jangan pang memaksaku
untuk mempekerjakan kam. Aku bukan tuan!”
“permasalahannya
bukan antara tuan dan pesuruhnya, kam kada’ perlu menganggapku
pesuruh. kam sudah membantuku. malah apa yang bisa aku berikan untuk kam?”
“kam
benar, aku begitu malu dengan diriku, yang hanya meminta dari orang tua, namun
kam sanggup membuat peluang kerja untuk hidup mandiri”
“di
sini bukan tempat untuk mencari pekerjaan, mencuci baju sebagian dari mereka
bukan merupakan pekerjaan. Namun aku berikhtiyar ini akan memudahkan langkahku
ke depan, kam kada’ tau kehidupanku kelak, dan aku ja’ kada’
tau kehidupan kam kelak. Maka izikan aku membantu kam. Biarlah
keaadanku susah sungguh, namun ini kada’ menjadi beban. Inilah kenangan
yang akan aku pahat dalam ingatanku kelak”
“jangan
membuat aku cengeng bah kawal. Kalau kaya’ gitu, bukankah pahala itu
harus kita bagi. Aku kada’ ridho amun bagian kam lebih besar
dariku, setidaknya kita sama atau kada’ aku lebih banyak dari kam”
Suasanapun
kembali tenang.
Selain
pekerjaan mencuci, Hisyam tak segan dan tak merasa malu berkumpul bersama
teman-temannya sekedar berdiskusi yang memang terkadang ada beberapa pertanyaan
yang tak layak mereka ungkapkan. Namun hal ini selalu diiringi dengan jawaban
positif oleh Hisyam. Hingga suatu ketika dipanggilah Hisyam ke hadapan sang
kiai. Rasa takut, sungkan dan malu membuatnya semakin gugup. Sang kiai yag
dengan tenang, penuh kharisma dan ketwadhu’an itupun menyuruh Hisyam membantu
di dapur Pesantren. Lama-kelamaan Hisyam pun sering dipanggil sang kiai, sekedar
memijat beliau, mendengarkan dawuh beliau, atau menyuguhkan hidangan jika ada
tamu yang suwan ke ndalem beliau.
Suatu
ketika Hisyam bertemu dengan seorang yang ia tak kenal, menggunakan pakaian
layaknya sang Ustdz yang langkahnya seolah ingin suwan ke ndalem.
“maaf Ustzdz, sang kia masih pengajian di luar,
silangkan jika mau menunggu”
“bukan tujuan saya
bertemu dengan sang kiai, saya ingin memberikan sesuatu khabar yang membuatmu
mengerti”
Hisyam bingung dengan
perkataan orang asing itu
“kau ingin tau apa
rahasia yang tersembunyi dibalik rahasia yang pernah engkau ungkapkan tanpa
sengaja dan itu menjadikan semakin mengenal siapa dirimu sebenarnya”
Hisyam terdiam dan
memutar ingatannya
“bukankah dirimu pernah
mengungkapkan ingin mendapatkan barokah sang kiai, ya inilah sekarang!”
Hisyam pun terjungkal
dari tidurnya. Dan merenungkan apa yang dikatakan oleh orang asing tersebut.
jawaban itupun baru
Hisyam sadari dan benar-benar ia fahami, dalam kurun waktu 3 tahun setelah 5
tahun berada di pesantren, ketika kampung
halaman menerimanya sebagai mujahid, ketika anak-anak bangsa membacakan
lantunan al-qur’an dalam serambi-serambi yang ia bangun. Ketika para jamaah
sudah berbondong-bondong dalam rutinitas yang mulia. Dan ketika bait-bait
tersemarakkan oleh mereka yang mengharap berkah dan syafaat baginda.
Inilah sebuah
keberkahan yang menjadikan barokah.
***
Untukmu yang disana, cerita
ini aku rangkai dari seseorang yang sangat mengagumimu semenjak di pesantren,
seorang sahabat namun tak dekat. Seorang pengagum namun tak bergabung.
Salam Mujahid dariku.
Langganan:
Postingan (Atom)